Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Indonesia Harus Fokuskan Sektor Manufaktur
Lembaga riset independen Mandiri Institute memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,3% tahun ini. Sementara, tingkat inflasi diperkirakan stabil di angka 3,1%. Head of Mandiri Institute Moekti Soejachmoen mengatakan, salah satu cara agar dapat mencapai target tersebut, pemerintah disarankan melepas ketergantungan ekspor pada barang komoditas dan fokus pada sektor manufaktur.
"Kita tidak bisa terus-menerus menggantungkan perekonomian kita terhadap komoditas," kata Moekti di kantornya, Jakarta, Senin (21/1). Menurut Moekti, harga komoditas relatif fluktuatif, berbeda dengan sektor manufaktur yang lebih stabil dan biasanya memiliki kontrak jangka panjang. Selain itu, sektor manufaktur juga mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Faktor lain yang membuat Moekti menyarankan untuk beralih fokus ke manufaktur karena pola impor negara Tiongkok berubah dari impor bahan baku ke ke barang-barang konsumsi. Maka, Moekti menyarankan Indonesia perlu mulai fokus lagi ke sektor manufaktur atau memproduksi barang-barang yang diminati oleh perekonomian Tiongkok yaitu lebih banyak barang konsumsi.
(Baca: Gubernur BI Lihat Tak Ada Risiko Inflasi Melonjak Tahun Ini)
"Mereka (Tiongkok) telah mengubah pola ekonomi dari yang production, lebih ke consumption. Jadi, kita perlu mulai fokus ke sektor manufaktur, terutama untuk menambah ke kondisi harga komoditas yang turun" kata Moekti. Namun, Moekti menambahkan, harga komoditas yang turun sebenanrya juga meiliki efek yang positif untuk perekonomian karena Indonesia merupakan net importer barang komoditas seperti minyak.
Selain fokus pada sektor manufaktur, Moekti menilai sektor lain yang mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu sektor pariwisata. Sektor ini dinilainya memiliki prospek yang bagus karena konsumen terbesar saat ini berasal dari generasi muda tepatnya generasi milenial.
Pola konsumsi generasi tersebut dinilainya berubah dari mengkonsumsi barang-barang menjadi konsumsi pengalaman. Salah satu cara generasi muda membelanjakan uangnya dengan melakukan wisata ke berbagai daerah, khususnya di Indonesia. "Indonesia banyak sumber daya alam pariwisata yang cukup bagus," kata Moekti.
Namun, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyiapkan sumber daya manusia lokal di sekitar tempat-tempat pariwisata. Karena sambutan yang baik dari penduduk lokal terhadap kedatangan wisatawan, baik asing maupun dalam negeri, dapat memberikan pengalaman yang baik dan mampu mempromosikan daerah wisata tersebut.
"Sekali tidak bagus, cepat juga menjadi viral karena era teknologi media sosial," kata Moekti.
(Baca: Pemerintah Klaim Berhasil Turunkan Tiga Penyakit Ekonomi)
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga telah memberi ruang kepada pelaku usaha untuk berekspansi dengan menahan suku bunga acuan, BI 7-days repo rate, pada level 6%. Dengan demikian pelaku usaha dapat menambah pembiayaan dari perbankan atau mendapatkan pendanaan dengan menerbitkan obligasi dengan suku bunga yang tak berubah.
Moekti memperkirakan suku bunga acuan BI diperkirakan hanya akan naik sekali saja tahun ini. Naiknya suku bunga acuan BI tersebut merupakan respon dari suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) Fed Fund Rate yang tahun ini diperkirakan akan naik dua kali.
Gubernur BI Perry Warjiyo minggu lalu usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI mengatakan, BI akan memperhatikan suku bunga acuan AS. Kendati demikian, BI juga juga belum melihat adanya kemungkinan penurunan suku bunga acuan dari BI pada tahun ini.
(Baca: BI Tahan Bunga Acuan 6%, Menko Darmin: Situasi Sudah Jauh Lebih Tenang)