Realisasi Penerimaan Nyaris Setara Belanja, Defisit APBN Rendah 1,95%
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit anggaran per November 2018 rendah sebesar Rp 287,9 triliun atau 1,95% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Capaian tersebut seiring dengan realisasi belanja yang nyaris sejalan dengan realisasi penerimaan negara yaitu di kisaran 87% dari target.
"Ini defisit terkecil kita dibandingkan empat tahun lalu," kata dia di Bali, Kamis (6/12). Capaian defisit tersebut juga di bawah target yang sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% terhadap PDB. Menurut dia, pemerintah akan menjaga kinerja anggaran agar capaiannya terus membaik.
Sejalan dengan defisit anggaran yang rendah, defisit keseimbangan primer tercatat kecil hanya sebesar Rp 36,8 triliun, di bawah target keseluruhan tahun yang sebesar Rp 87,3 triliun. Perkiraan Sri Mulyani, defisit keseimbangan primer hanya sebesar Rp 15 triliun seriing defisit anggaran yang kemungkian berkisar 1,86-1,87% terhadap PDB di akhir tahun.
Keseimbangan primer merupakan selisih antara penerimaan negara dengan belanja negara, di luar pembayaran bunga utang. Kondisi defisit menunjukkan bahwa pemerintah membayar bunga utang dengan utang. Pemerintah membidik defisit keseimbangan primer mengecil secara bertahap, bahkan berbalik surplus agar anggaran negara lebih sehat.
(Baca juga: Sri Mulyani: Tahun Depan Berat, Banyak Utang yang Jatuh Tempo)
Per November, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 1.654,5 triliun atau 87,3% dari target yang sebesar Rp 1.894,7 triliun. Komponennya, penerimaan perpajakan Rp 1.301,4 triliun atau 80,4% dari target sebesar Rp 1.618,1 triliun. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 342,5 triliun atau 124,4% dari target Rp 275,4 triliun. Hibah Rp 10,6 triliun atau 883,5% dari target Rp 1,2 triliun.
Secara khusus, penerimaan perpajakan utamanya berasal dari penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.136,6 triliun atau 79,8% dari target yang sebesar Rp 1.424 triliun. Selain itu, penerimaan dari beda dan cukai sebesar Rp 164,8 triliun atau 84,9% dari target Rp 194,1 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan penerimaan perpajakan cukup menggembirakan karena pertumbuhan yang bagus dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas dan pajak pertambahan nilai (PPN). "Keduanya memperlihatkan ekonomi nasional yang lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
(Baca juga: Rem Utang, Penerimaan Perpajakan Digenjot Buat Belanja Negara)
Penerimaan PPh nonmigas tercatat mencapai Rp 591,6 triliun, tumbuh 15% secara tahunan. Meskipun, realisasinya baru 72,4% dari target yang sebesar Rp 817,0 triliun. Sedangkan PPh migas sudah mencapai RP 59,8 triliun atau tumbuh 26,7% sehingga realisasinya mencapai 156,7% dari target sebesar Rp 38,1 triliun.
Sementara itu, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 459,9 triliun, tumbuh 14,1% secara tahunan. Meskipun, realisasinya masih 84,9% dari target Rp 541,8 triliun.
Di sisi lain, realisasi belanja negara hanya sedikit di atas realisasi penerimaan negara. Belanja negara tercatat sebesar Rp 1.942,4 triliun atau 87,5% dari target yang sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Realisasi belanja pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 1.225,3 triliun atau 84,2% dari target yang sebesar Rp 1.454,5 triliun, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa Rp 717,1 triliun atau 93,6% dari target sebesar Rp 766,2 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan dalam tiga minggu terakhir intensitas belanja pemerintah pusat akan lebih tinggi dalam hal ini untuk belanja barang dan belanja modal. "Biasanya sebagian sudah ada kontrak, tetapi pasti akan terselesaikan hingga akhir tahun," kata dia.
Belanja modal tercatat baru Rp 128,2 triliun atau 62,9% dari target yang sebesar Rp 203,9 triliun, sedangkan belanja barang sebesar Rp 264,7 triliun atau 77,8% dari target yang sebesar Rp 340,1 triliun. Sementara itu, belanja pegawai Rp 315,2 triliun atau 86,2% dari target sebesar Rp 365,7 triliun.
Pembayaran bunga utang juga masih akan naik karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sejauh ini, capaiannya sebesar Rp 251,1 triliun atau 105,2% dari target yang sebesar Rp 251,1 triliun dan 97% dari proyeksi terbaru.
(Baca juga: Besarnya Ketergantungan pada Hot Money Buat Rupiah Mudah Bergejolak)
Sementara itu, realisasi belanja subsidi sudah mencapai Rp 130,4 triliun atau 116,9% dari target yang sebesar Rp 94,5 triliun. Penyebab utamanya lonjakan subsidi solar dan gas karena ada perubahan besaran subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 seiring kenaikan minyak dunia. Subsidi listrik juga meningkat karena ada pembayaran atas kewajiban subsidi tahun lalu.
Kemudian, belanja bantuan sosial tercatat sudah mencapai Rp 73,4 triliun atau 90,3% dari target yang sebesar Rp 81,3 triliun. "Bantuan sosial ini kami upayakan lancar untuk penyalurannya karena jadi harapan penurunan kemiskinan dan rasio gini," ujar Sri Mulyani.