Ekonom Yakin Pemilu dan Pilpres 2019 Tak Buat Investor Hengkang

Image title
24 Juli 2018, 20:11
kampanye partai
ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Para ekonom meyakini hajatan politik Pemilihan Umum (Pemilu) Kepala Daerah hingga Presiden dan Wakil Presiden yang berlangsung beruntun mulai tahun ini sampai 2019 tak akan membuat investor hengkang dari pasar keuangan Indonesia. Hal itu mengacu pada data historis.    

“Investor sedikit menahan, wait and see, kalau kita melihat (tahun politik) 2009 dan 2014. Tapi apa terjadi gejolak money outflow? Selama ini memperlihatkan tidak,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Selasa (24/7).

Menurut dia, gejolak politik tidak menyulut investor hengkang lantaran tidak secara langsung memengaruhi ekonomi Indonesia. Kecuali, gejolak politik disertai konflik berdarah sehingga peforma ekonomi terguncang. “Ekonomi memiliki mekanismenya tersendiri. Jadi, saya tidak melihat adanya goncangan besar,” kata dia.

(Baca juga: Dana Asing Keluar, Neraca Pembayaran Kuartal I Defisit US$ 3,9 Miliar)

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono juga berpendapat senada. Menurut dia, kinerja ekonomi, apalagi investasi, tidak ada hubungannya dengan politik. Saat tahun politik 2009 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang terhambat. Namun, hal itu terjadi karena bertepatan dengan krisis finansial yang melanda dunia, bukan faktor Pemilu.

Saat tahun politik 2014 juga terjadi tekanan pada perekonomian. Namun, hal itu imbas faktor global yaitu harga minyak yang melambung. Ketika itu, harga minyak mencapai US$100/barel sehingga membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbebani oleh subsidi. Alhasil, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5%.

“Jadi, dampak (tahun politik ke perekonomian) sangat minimal. Lebih dominan dampak yang lain, masalah global seperti harga minyak atau krisis global,” kata dia.

(Baca juga: Investasi Kuartal I Rp 185 T, Pemerintah Yakin Target Ekonomi Tercapai)

Lebih jauh, Tony menyebut, kondisi ekonomi-lah yang lebih memengaruhi kondisi politik di Indonesia, bukan sebaliknya. Ia pun menyinggung kejadian di 1965 saat inflasi melambung imbas kebijakan menambah uang beredar. “(Itu) membuat Presiden (Soekarno) jatuh,” kata dia.

Ia menambahkan, gejolak politik pada 1998 yang berimbas lengsernya Presiden Soeharto juga dipengaruhi kondisi ekonomi. Saat itu, kurs rupiah melambung dari hanya Rp 2 ribu per dolar AS hingga ke atas Rp 15 ribu per dolar AS. “Jadi ekonomi berdampak pada jatuhnya presiden,” kata dia.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...