Belanja Subsidi Energi Bengkak, Pemerintah Hemat Pos Belanja Lain-Lain
Kementerian Keuangan memperkirakan beberapa pos belanja bakal membengkak, di antaranya belanja subsidi energi yang kemungkinan naik sebesar Rp 69 triliun menjadi Rp 163,49 triliun tahun ini. Untuk menambal kebutuhan tersebut, pemerintah melakukan penghematan di antaranya pada pos belanja lain-lain.
Realisasi belanja lain-lain kemungkinan hanya mencapai Rp 38,64 triliun atau 57,5% dari ketetapan dalam Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp 67,24 triliun. “Belanja K/L (Kementerian/Lembaga) itu kemungkinan akan naik atau belanja non K/L untuk subsidi. Jadi ya belanja lain-lain itu tidak kami pakai, artinya kami pakai untuk pos lain yang lebih penting,” kata Direktur Jenderal Anggaran Askolani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/7).
(Baca juga: Harga Minyak Naik, Pemerintah Akan Tambah Subsidi Energi Rp 69 Triliun)
Pembengkakan belanja subsidi juga berpotensi didanai dari tambahan penerimaan negara imbas kenaikan harga minyak dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, ada juga potensi sokongan dari beberapa pos belanja lainnya. Dalam proyeksi Kementerian Keuangan, realisasi pos belanja modal, belanja barang, belanja pegawai dan bantuan sosial kemungkinan tidak akan mencapai 100%.
Secara rinci, realisasi belanja modal kemungkinan hanya mencapai Rp 193,68 triliun atau 95% dari ketetapan yang sebesar Rp 203,87 triliun. Lalu, belanja barang diperkirakan mencapai Rp 319,5 triliun atau 94% dari ketetapan yaitu Rp 340,130 triliun.
Kemudian, belanja pegawai diramalkan hanya mencapai Rp 342,48 triliun atau 93,7% dari ketetapan awal sebesar Rp 365,69 triliun. Terakhir belanja sosial diperkirakan hanya mencapai Rp 80,25 triliun atau 98,8% dari ketetapan awal Rp 81,26 trliun.
Adapun Askolani enggan memerinci pergeseran alokasi di pos belanja untuk mendanai pembengkakan belanja subsidi. Sebab, menurut dia, APBN bersifat fleksibel. “kalau APBN itu kan enggak bisa di earmark, ini nutup ini. APBN itu uangnya masuk ya uang dari mana saja, belanjanya bisa untuk apa saja sesuai dengan prioritas kebutuhan,” ujarnya. Ia hanya menekankan, tambahan penerimaan dampak kenaikan harga minyak berpotensi mendukung kebijakan penambahan subsidi.
(Baca juga: Pajak Diramal Meleset Rp 73 Triliun, Penerimaan Terdongkrak Duit Migas)
Secara keseluruhan, belanja pemerintah pusat diprediksi mencapai Rp 1.453,63 triliun atau 99,9% dari ketetapan awal yang sebesar Rp 1.454,49 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara -- belanja pemerintah pusat serta transfer daerah dan dana desa -- diprediksi mencapai Rp 2.217,25 triliun atau 99,8% dari ketetapan awal yang sebesar Rp 2.220,66 triliun. Realisasi ini diklaim Askolani lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.