BPS: Bantuan Pangan Non-Tunai Tekan Angka Kemiskinan di Bawah 10%
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2018 sebesar 25,95 juta orang atau 9,82% dari total populasi. Jumlahnya menurun sekitar 630 ribu orang dibandingkan survei sebelumnya pada September 2017 yang sebanyak 26,58 juta orang atau 10,12% dari total penduduk.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan realisasi penyaluran subsidi dan penyaluran bantuan sosial menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap berkurangnya angka kemiskinan.
“Distribusi Rastra (Beras Sejahtera) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) tersalurkan sesuai jadwal,” kata Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/7).
BPS mencatat bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6% pada triwulan pertama 2018, lebih tinggi dibandingkan triwulan pertama 2017 yang hanya tumbuh 3,39%. Selain itu, jadwal penyaluran Rastra pun memiliki tingkat ketepatan waktu cukup besar.
(Baca : Bantuan Pangan Nontunai Sasar 10 Juta Keluarga, Peran Bulog Berkurang)
Menurut data Bulog, realisasi distribusi bantuan sosial program beras rastra pada Januari 2018 mencapai 99,65%, pada Februari 2018 sebesar 99,66 % dan pada Maret 2018 sebesar 99,62%.
Akibatnya, perubahan garis kemiskinan yang berada di lapisan 40% ke bawah pun meningkat. Garis kemiskinan merupakan batas pengelompokan penduduk untuk kategori miskin atau tidak miskin dengan pendekatan pengeluaran.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 73,48%. Angka ini naik dibandingkan kondisi September 2017, yaitu sebesar 73,35%.
Karenanya BPS mencatat, pada Maret 2018 garis kemiskinan per kapita tiap bulan untuk makanan Rp 294.806 dan bukan makanan Rp 106.414. Secara total, garis kemiskinannya Rp 401.220 per kapita per bulan, naik 3,63% dibandingkan September 2017.
(Baca juga : 5,2 Juta KK Ditargetkan Dapat Bantuan Pangan Non-Tunai per Juli 2018)
Dia pun meminta pemerintah tetap menaruh perhatian terhadap masalah pengentasan kemiskinan, terlebih dengan adanya disparitas kemiskinan yang cukup mencolok antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Menurut catatan BPS, jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan sebanyak 10,14 juta orang per Maret 2018 atau sekitar 7,02% dari jumlah penduduk. Sedangkan di perdesaan tercatat ada sekitar 15,81 juta penduduk miskin atau sekitar 13,20%.
Di samping itu, tingkat kemiskinan antara wilayah barat dan timur Indonesia pun masih timpang secara persentase. “Pembangunan infrastruktur di Indonesia diharapkan jadi solusi,” kata Suhariyanto.
Sementara itu, rasio gini atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,389, turun 0,0002 poin dibandingkan September 2017. Distribusi pengeluaran penduduk 40% terbawah sebesar 17,29%, penduduk 40% menengah 36,62%, dan penduduk 20% atas 46,09%.
Namun, ketimpangan masih tinggi untuk 8 provinsi di Indonesia dengan perhitungan di atas rasio gini nasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati rasio gini tertinggi 0,441, diikuti Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Sulawesi Utara, dan Jakarta. Sementara rasio gini terendah ada pada Bangka Belitung 0,281.
Peneliti Institute for Development of Economic and Fincance (Indef) Bustanul Arifin mengaku khawatir bakal terjadinya ketimpangan di perdesaan dan perkotaan yang dapat semakin bertambah, salah satunya karena Nilai Tukar Petani (NTP) terus menurun.
NTP per September 2017 sebesar 102,22 turun menjadi 101,94 pada Maret 2018. “Pendapatan petani dari penjualan hasil pertaniannya masih rendah dibandingkan pengeluaran petani,” ujar Bustanul.
Terlebih, harga barang jadi atau barang konsumsi terus mengalami peningkatan. Dia pun khawatir tingkat kemiskinan perdesaan sulit untuk turun.
Sebab dari data BPS, komoditas makanan berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan, seperti beras sebanyak 20,95% di kota dan 26,79% di desa, telur ayam ras 4,09% di kota dan 3,28% di desa, serta daging ayam ras 3,55% di kota dan 3,07% di desa.
Sementara pada periode September 2017 hingga Maret 2018, harga beras naik 8,57%, telur ayam ras 2,81%, dan daging ayam ras 4,87%. Harga beras yang tinggi pun menjadi salah satu alasan penurunan kemiskinan tidak setinggi September 2017 yang mencapai 1,1 juta orang. “Harga bahan pangan dan harga pangan terus naik pada Ramadan, itu yang seharusnya diantisipsi pemerintah,” kata Bustanul.