Adu Argumen Sri Mulyani dan Prabowo Soal Utang Rp 9.000 Triliun
Hari ini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut utang pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai Rp 9.000 triliun. Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, utang BUMN dengan utang negara tak bisa disatukan karena sifatnya berbeda.
Utang BUMN, menurut Sri Mulyani, semestinya dibandingkan dengan nilai asetnya (debt to asset ratio). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Sementara pemerintah bertugas mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga utang yang dijaga adalah utang negara.
“Di dalam mengelola seluruh perekonomian masing-masing entitas kan punya tanggung jawab,” ujar dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (25/6).
Ia mencatat, utang pemerintah pusat sebesar Rp 4.169,1 triliun per Mei 2018. Ia memastikan, pemerintah akan menjaga pengelolaan keuangan negara dan APBN secara hati-hati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor Service (Moody's) menyatakan bahwa Indonesia dan India termasuk negara Asia dengan utang paling berisiko. Sebab, porsi asing mencapai 37% dari total investasi pada Surat Berharga Negara (SBN). Besarnya porsi asing itu membuat pasar uang Indonesia rentan akan risiko pembalikan dana.
(Baca juga: Survei Elektabilitas: Jokowi Ungguli Prabowo di Empat Provinsi Besar)
Dari kaca mata positif, ia memandang porsi asing yang besar pada SBN menunjukkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia membaik. "Sisi negatifnya, kalau mereka tidak percaya (perekonomian) Indonesia maka akan pergi. Itu dari sisi tanggung jawab kami semua, untuk membuat (perekonomian) negara lebih baik," ujarnya.
Sementara, Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib mengatakan, bahwa utang BUMN bersifat contingent liabilities alias kewajiban yang belum pasti, namun mungkin terjadi yang ditanggung pemerintah. Ia mencontohkan, utang PT Pertamina, “Kalau subsidi BBM dipertahankan (saat harga minyak naik), yang menanggung bebannya Pertamina.”
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan bahwa posisi utang Indonesia sudah berbahaya. “Selain utang pemerintah, ada utang lembaga-lembaga keuangan milik pemerintah dan BUMN dan kalau dijumlahkan sungguh sangat besar," ujarnya di rumah dinas Ketua MPR, Zulkifli Hasan seperti dikutip Detik.com. Ia menambahkan, "Kalau kita jumlahkan ya hampir Rp 9.000 triliun.”