Kerek Peringkat Utang RI, Moody's Nilai Ketahanan Ekonomi Menguat
Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang jangka panjang pemerintah Indonesia dari Baa3 menjadi Baa2 dengan prospek stabil. Rating tersebut satu level di atas batas bawah layak investasi (investment grade).
Moody’s menilai positif sederet kebijakan fiskal dan moneter yang diambil pemerintah. “Efektivitas kebijakan yang dibangun untuk stabilitas makro ekonomi telah meningkatkan ketahanan (perekonomian Indonesia) terhadap guncangan,” demikian tertulis dalam siaran keterangan resmi Moody’s, Jumat (13/4).
Lembaga pemeringkat tersebut berharap kebijakan fiskal dan moneter Indonesia yang fokus untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan bantalan finansial akan terus dipertahankan. Sebab, kebijakan tersebut ditambah cadangan devisa yang membesar telah memperkuat kapasitas Indonesia untuk merespons guncangan.
Dari sisi fiskal, Moody’s menilai positif kebijakan pemerintah yang mempertahankan defisit anggaran rendah di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut membuat beban utang rendah. Apalagi, mayoritas utang bertenor jangka panjang sehingga meredam risiko utang.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB diprediksi bakal berada di kisaran 30% dalam beberapa tahun mendatang, di bawah nilai tengah (median) rasio utang negara-negara berperingkat layak investasi yang sebesar 39%, dan nilai tengah rasio utang negara-negara berperingkat Baa2 yaitu 46,2%.
Sementara itu, risiko kewajiban kontijensi pemerintah terkait utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cenderung meningkat, seiring penarikan utang oleh BUMN untuk pengerjaan proyek infrastruktur. Namun, hal itu diyakini tidak akan menyebabkan risiko besar terhadap kekuatan fiskal Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Adapun beberapa proyek infrastruktur masih akan terus menghadapi kendala pendanaan, alhasil rencana pembangunan infrastruktur diprediksi tidak akan seambisius sebelumnya. Hal ini juga akan membatasi risiko kewajiban kontijensi pemerintah.
Dari sisi moneter, Moody’s menilai positif arah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang selama ini memprioritaskan stabilitas makro ekonomi daripada mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Adapun target inflasi terus tercapai dalam tiga tahun belakangan. Pendekatan yang lebih fleksibel dari BI dalam intervensi nilai tukar rupiah serta koordinasi antara BI, pemerntah pusat, dan daerah membuat inflasi di level yang rendah.
Ke depan, tekanan harga kemungkinan akan terjadi seiring kenaikan sejumlah harga komoditas dunia. Namun, Moody’s menilai BI telah menunjukkan keinginannya untuk menggunakan kebijakan makro prudensial untuk merespons guncangan. Dengan demikian, diharapkan risiko kenaikan signifikan inflasi lebih rendah dibandingkan di masa lalu.
Lebih jauh, besaran cadangan devisa juga telah memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. Defisit transaksi berjalan yang mengecil ditambah arus masuk investasi asing dianggap telah menjaga level kecukupan cadangan devisa. Adapun defisit transaksi berjalan diprediksi bakal stabil di kisaran 1,8% dari PDB tahun ini. Hal itu seiring dengan kenaikan permintaan dan harga komoditas, serta diversifikasi ekspor ke produk manufaktur.