Perusahaan Tak Punya Pembukuan, Fiskus Pakai Cara Lain Hitung Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto atau omzet. Aturan yang terbit pada 12 Februari 2018 itu berisi delapan cara yang dapat dilakukan oleh petugas pajak jika dalam pemeriksaan, wajib pajak tidak bisa menyerahkan pembukuan atau pencatatan bisnis.
Menurut Ditjen Pajak, aturan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan panduan yang jelas bagi wajib pajak dan Ditjen Pajak. Dengan demikian, Ditjen Pajak dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dan mengurangi potensi sengketa dengan wajib pajak.
"Selama ini dalam pelaksanaan pemeriksaan, kami menghitung dengan cara lain lalu sering ada sengketa. Kami mengurangi sengketa ini dengan menerbitkan PMK," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di kantornya, Senin (5/3).
Sesuai PMK tersebut, wajib pajak harus memberikan catatan keuangannya kepada Ditjen Pajak. Untuk perusahaan yang memiliki omzet di atas Rp 4,8 miliar dilakukan dengan pembukuan. Sementara perusahaan dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar dilakukan dengan pencatatan.
(Baca juga: Pemerintah Ajak Perusahaan E-Commerce Dorong UKM Binaan Bayar Pajak)
jika wajib pajak tidak bisa memberikan catatan keuangannya, pemeriksa pajak bisa menggunakan metode lain untuk menghitung pajak penghasilan-nya. Cara yang dimaksud yaitu dengan melakukan penghitungan transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan/atau volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, hasil penghitungan SPT tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan penghitungan rasio.
"Pemeriksa akan pakai salah satu metode. Kalau yang ada data biaya hidupnya, ya pakai pendekatan biaya hidup," kata Robert. (Baca juga: CITA Dukung Penurunan Pajak UKM, Namun Ingatkan Risiko Pecah Bisnis)
Adapun wajib pajak tetap melakukan self assessment atau penghitungan, pelaporan, dan penyetoran sendiri atas kewajiban pajaknya. Di sisi lain, pemeriksaan oleh petugas pajak dilakukan untuk meneliti kebenaran self assesment yang dilakukan wajib pajak.
"Ditjen Pajak punya kewenangan memeriksa untuk meneliti apakah perhitungan cara self assesment sudah benar, walau yang kami periksa tidak 100 persen dari populasi wajib pajak, hanya 0,1% dari populasi wajib pajak," ucap Robert.