Ekonom Peringatkan Dolar AS Berisiko Makin Kuat di 2018
Para ekonom memprediksi dolar Amerika Serikat (AS) bakal makin perkasa di 2018 seiring dengan membaiknya perekonomian di Negeri Paman Sam. Mereka pun mendorong Bank Indonesia (BI) melakukan berbagai langkah pengendalian agar nilai tukar rupiah tidak tertekan terlalu dalam.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menyatakan dukungannya terhadap langkah Bank Indonesia (BI) yang melakukan kerja sama dengan Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand (BoT) untuk mendorong penggunaan mata uang lokal (local currency settlement framework) dalam transaksi dagang. Kerja sama tersebut diharapkan bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Namun, ia menekankan, BI perlu memperhatikan ketersediaan atau likuiditas dari ringgit Malaysia ataupun bath Thailand agar eksportir dan importir bersedia menggunakan mata uang lokal. Ia pun mengingatkan, sebelumnya, masalah likuiditas telah membuat kurang suksesnya penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan dengan Tiongkok.
"Dulu kan pernah pakai yuan, cuma 3% (dari transaksi dagang dengan Tiongkok), sisanya pakai dolar AS. Itu karena likuiditas, cari yuan susah. Buat orang Tiongkok cari rupiah juga susah. Nanti susah tidak mencari bath atau ringgit?" kata Lana kepada Katadata, Selasa (19/12). (Baca juga: Tinggalkan Dolar, RI, Malaysia & Thailand Transaksi Pakai Uang Lokal)
Untuk semakin mengurangi permintaan dolar AS, Lana juga menyarankan otoritas untuk menerbitkan instrumen investasi yang membuat investor asing betah berinvestasi di dalam negeri. Adapun di tahun politik, ia menyebut ada tendensi investor menarik investasinya dari pasar modal di Indonesia.
"Mau pemilu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tinggi, (imbal hasil) obligasi tinggi, dia (investor) keluar tidak untuk take profit (ambil untung)? Ini harus dicermati BI," ucapnya.
Secara umum, dia memperkirakan nilai tukar rupiah hingga akhir tahun bakal berada di kisaran Rp 13.500-13.550 per dolar AS. Adapun tahun depan, rupiah berisiko makin lemah, namun, ia belum dapat memprediksi seberapa besar pelemahannya.
Sementara itu, Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi memproyeksikan rata-rata nilai tukar rupiah berada di level Rp 13.800 per dolar AS tahun depan. Pelemahan disebabkan membaiknya ekonomi AS. "Bukan karena fundamental atau masalah politik,” ucapnya.
Adapun risiko pelemahanan nilai tukar rupiah juga sudah diprediksi oleh pemerintah. Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakam Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, rupiah berpotensi melemah ke level Rp 13.500 per dolar AS. Perkiraan itu lebih tinggi dibanding asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp 13.400 per dolar AS.
Namun, ia memastikan pelemahan ke level tersebut tidak akan berdampak besar terhadap APBN. "Aman. Tidak akan terkena impact yang terlalu besar," kata dia.