Sri Mulyani Mengaku Kesulitan Dongkrak Penerimaan Pajak
Kenaikan signifikan penerimaan pajak bisa jadi solusi untuk menekan kebutuhan utang. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pihaknya kesulitan dalam mendongkrak penerimaan pajak.
Ia menjelaskan, ketika pemerintah ingin memajaki sektor pertambangan, kondisi ekonomi tengah lesu, alhasil industri justru meminta untuk diberi insentif. Hal serupa juga terjadi di sektor industri lainnya. (Baca juga: Sri Mulyani Bingung Cari Cara Kalau Tidak Mau Berutang)
Di sisi lain, ketika pemerintah ingin membuka rekening untuk kepentingan perpajakan, pemerintah justru dinilai memicu kegaduhan. Ia pun sudah membayangkan bakal muncul penolakan bila pemerintah menaikkan tarif pajak. (Baca juga: UU Buka Rekening Nasabah Disahkan, Sri Mulyani Janji Jaga Rahasia)
"Kalau kami menaikkan (tarif) pajak, misalnya, pedagang besar saya tarik, 'Jangan Bu, enggak boleh.' Yasudah enggak usah. Batubara juga enggak mau disentuh. Yasudah. Kalau semua enggak mau ditarik, saya jadinya garuk-garuk (kepala)," kata dia dalam acara Forum Merdeka Barat bertajuk Utang: Untuk Apa dan Siapa? di Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, Kamis (27/7).
Menurut dia, untuk meningkatkan penerimaan pajak, yang dilakukan pemerintah saat ini adalah fokus membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan di Indonesia. Harapannya, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak meningkat.
"Kami akan coba bangun kepercayaan itu di bidang perpajakan: pajak dan bea cukai,” kata dia. Salah satu caranya, yakni dengan memperbaiki pengawasan untuk menekan penyelundupan barang-barang berbahaya seperti narkoba dan penertiban barang-barang yang tidak dilaporkan atau under declare. (Baca juga: Kejar Penghindar Pajak, Sri Mulyani: Bukan Karena Kami Panik)
Ke depan, Sri Mulyani berharap penerimaan dalam negeri mampu menopang seluruh kebutuhan belanja negara. Tahun ini, belanja negara dipatok Rp 2.133,3 triliun. Sedangkan pendapatan negara diproyeksi hanya akan mencapai Rp 1.736,1 triliun. Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 397,2 triliun yang akan dibiayai utang.