Pengusaha Dukung Pembangunan Global, Peluang Kerja Tambah 380 Juta

Desy Setyowati
5 Juni 2017, 16:23
Bursa kerja
ANTARA FOTO/R Rekotomo
Pencari kerja mengisi aplikasi berkas lamaran pekerjaan di sebuah stan perusahaan pada bursa kerja di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2017).

Masyarakat dunia dan pelaku usaha diyakini bakal sama-sama memperoleh keuntungan besar bila strategi bisnis selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) alias United Nations Sustainable Development Goals (SDGs).

Berdasarkan laporan Better Business, Better World Asia yang dilansir Business & Sustainable Development Commission (BSDC), para pelaku usaha yang mendukung SDGs bisa membuka peluang bisnis bernilai US$ 12 triliun dan menciptakan 380 juta peluang kerja di seluruh dunia pada 2030.

Adapun SDGs memuat 17 tujuan, di antaranya menghapus kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan, dan menciptakan lapangan kerja pada 2030. Selama ini, berkembang stigma yang menyatakan bahwa tujuan tersebut justru menghambat pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

"Perusahaan yang menjalankan strategi bisnis selaras dengan tujuan global justru bisa membuka peluang bisnis di 60 'hot spots' hingga US$ 12 triliun pada 2030," demikian tertulis dalam laporan yang dirilis BSDC di Singapura, Senin (5/6). (Baca juga: Pemerintah Bidik Ekonomi 2018 Tumbuh 6,1%, Ketimpangan Menciut)

Yang menarik, laporan tersebut menyatakan bahwa sebanyak 40 persen dari peluang bisnis tersebut bisa terjadi di Asia. Ini artinya, peluang bisnis yang mungkin tercipta di Asia sebagai hasil dari strategi bisnis yang selaras dengan SDGs mencapai US$ 5 triliun dan peluang kerja yang bisa diciptakan mencapai 230 juta pekerjaan.

Rinciannya, peluang bisnis di sektor pangan dan pertanian US$ 1 triliun; perkotaan US$ 1,5 triliun; energi dan mineral US$ 1,9 triliun; serta, kesehatan dan kesejahteraan US$ 670 miliar.

Menurut laporan tersebut, peluang bisnis yang terbesar yaitu mencapai US$ 2,3 triliun berpeluang tercipta di Cina. Sisanya, sekitar US$ 1,1 triliun bisa tercipta di India, US$ 1,1 triliun juga di negara-negara berkembang dan yang memiliki kekuatan ekonomi baru, seperti Indonesia, Uzbekistan dan Bangladesh, serta US$ 0,7 triliun di negara-negara maju di Asia, termasuk Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Korea Selatan.

Ketua BSDC Mark Malloch Brown menjelaskan, peluang bisnis ini bisa terjadi karena adanya transformasi ekonomi di Asia dalam beberapa dekade terakhir. Intervensi pemerintah dan inovasi bisnis dari swasta dalam menyikapi tantangan--seperti ketidaksetaraan, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim-- bisa menciptakan peluang bisnis baru.

Menurut dia, bisnis yang mendorong adanya kesetaraan gender, misalnya, bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 30 persen bagi negara yang menerapkannya. Begitu juga dengan pemerintah dan swasta yang fokus pada penanganan perubahan iklim, berpeluang meningkatkan nilai usaha hingga 40 persen.

"Kecerdasan seperti ini yang mendorong kebangkitan Asia, sehingga bisa mengubah tantangan menjadi peluang yang menguntungkan baik bagi dunia bisnis maupun masyarakat luas," tutur Mark. (Baca juga: Menaker: Pengusaha Perempuan Bertambah 1,6 Juta Orang Sejak 2015)

Bila upaya seperti ini dilanjutkan, peluang bisnis bahkan bisa melebihi estimasi US$ 5 triliun di Asia dan US$ 12 triliun di dunia. Nilai tambah itu bisa diperoleh dari sektor lain, seperti teknologi komunikasi informasi (ICT), pendidikan, dan barang-barang konsumsi. "Secara global, sektor-sektor ini bisa menambah 66 persen ke nilai estimasi (peluang bisnis) yang sebesar US$ 12 triliun," kata Mark.

CEO Unilever dan anggota BSDC Paul Polman menambahkan, menyelaraskan strategi bisnis dengan tujuan global tidak hanya baik untuk masyarakat dan lingkungan, namun juga masuk akal secara bisnis. 

Ia memaparkan, di Cina dan negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi baru di Asia seperti Indonesia, sektor perumahan yang terjangkau menghadirkan peluang bisnis terbesar. Sebab ada kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi.

Sebagai contoh, Intellecap dan Nuvoco--dua perusahaan yang berbasis di India-- berkolaborasi dalam sebuah program bernama Rumahku untuk menyediakan perumahan yang bisa bertahan di segala iklim bagi kaum miskin urban di Indonesia. Program tersebut menggunakan desain dan konstruksi ramping untuk mengurangi biaya operasi harian dari energi, air, dan sanitasi.

Di India yang sebagian besar penduduknya tidak memiliki asuransi kesehatan, maka penyatuan risiko dalam perawatan kesehatan juga memberikan kesempatan usaha yang besar. Di sisi lain, di negara-negara Asia yang telah maju, ada peluang untuk menciptakan sistem closed-loop di sektor otomotif dan peralatan rumah mengingat besarnya kekuatan manufaktur di Jepang dan Korsel.

Co-Founder and Group Olam International Sunny Verghese menambahkan, upaya mengurangi limbah pangan dalam rantai pasokan makanan juga bisa meningkatkan usaha di sektor pangan dan pertanian hingga US$ 260 juta. Bila mengacu pada data populasi di Asia yang sebanyak 4,4 miliar, fokus pada pasar pangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah juga bisa meningkatkan peluang bisnis senilai US$ 190 miliar.

Kendati demikian, ia menyadari bahwa ada biaya untuk bisa menyeleraskan strategi bisnis dengan tujuan global. Ia memperkirakan, butuh US$ 1,7 triliun setiap tahun untuk mengembangkan semua peluang dari keempat bidang tersebut di Asia.

Namun, pengusaha bisa menggunakan pendanaan campuran (blended financing), dengan mengajak kerja sama lembaga publik dan filantropi yang peka terhadap isu tujuan global ini. Strategi pembiayaan ini diharapkan bisa mengurangi beban dan risiko yang ditanggung pengusaha.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...