Biaya Sertifikasi 3 Juta Tanah Senilai Rp 3,6 Triliun dari Luar APBN
Kementerian Keuangan harus memutar otak untuk menutup kebutuhan dana pembiayaan sertifikasi tanah pada tahun ini. Dananya dibutuhkan dalam waktu cepat dan tidak bisa menanti alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017.
Dari target sertifikasi lima juta persil atau bidang tanah tahun ini, baru dua juta bidang tanah yang sudah mendapatkan alokasi pendanaan. Sedangkan sebanyak tiga juta bidang tanah membutuhkan kepastian segera sumber pendanaannya dari Kementerian Keuangan.
Menteri Agraria dam Tata Ruang (ATR) Sofyan A. Djalil menjelaskan, ada sebagian kebutuhan dana sertifikasi tanah yang bisa dibiayai dari luar APBN. Dana yang dimaksud bisa berasal dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana produk, dan dana insentif dari masyarakat sendiri.
Namun, dia belum dapat menghitung secara pasti besaran pendanaan yang perlu dialokasikan dalam APBN Perubahan 2017. "Belum tahu (jumlahnya). Untuk target lima juta (bidang tanah) akan didanai tapi tidak sepenuhnya dari APBN," ujar Sofyan usai rapat koordinasi mengenai pertanahan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (4/5).
Yang jelas, Sofyan mengaku, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mencarikan solusi kekurangan pendanaan tersebut. Sumber pendanaannya harus segera dipastikan karena proses sertifikasi tanah memakan waktu panjang.
Ada empat tahap yang harus dilalui, di antaranya pemetaan, pengaturan, pendaftaran, dan kemudian disertifikasi. Alhasil, target sertifikasi 5 juta bidang tanah tahun ini sulit terwujud kalau mengharapkan alokasi dana dari APBNP 2017 yang kemungkinan baru bisa dikucurkan pada September mendatang.
"Kalau misalnya uang baru datang September, maka sangat terlambat. Berarti kami harus sudah yakinkan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Darmin Nasution) dan Menkeu, bahwa kami butuh dana lebih awal. Maka Menkeu sudah punya komitmen," ujar Sofyan.
Sebelumnya, Darmin menyebutkan APBN hanya mampu membiayai sertifikasi dua juta bidang tanah senilai Rp 1,4 triliun. Sedangkan kekurangannya masih harus menunggu alokasi dalam APBN-P 2017. Namun, pembahasannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga sudah terlambat untuk bisa melegalkan lahan.
Karena itu, Kementerian Keuangan akan mencari jalan keluar guna membiayai kekurangan pendanaan sertifikasi lahan ini. "Tiga juta sertifikat lagi rencananya ada di APBN-P. Tapi kalau tunggu APBN-P terlambat karena persiapannya lama," kata Darmin.
Sementara itu, Sofyan pernah menyatakan, pendanaan sertifikasi lima juta bidang tanah membutuhkan anggaran sekitar Rp 5 triliun. Dia mengajak kerjasama dengan perbankan dalam pembiayaan sertifikasi tanah yang dimiliki oleh para nasabah. Skema pembiayaannya bisa berupa membayar langsung ke perbankan atau dibayarkan oleh bank dalam bentuk CSR.
Selain pendanaan, pemerintah juga tengah mengatasi persoalan lain dari kebijakan yang masuk dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ini. Kebutuhan juru ukur, misalnya, pemerintah mencanangkan program pendidikan dan pelatihan vokasional yang akan dirilis dalam waktu dekat. Selain mengatasi persoalan sertifikasi tanah, juru ukur dana sisten juru ukur ini akan bisa dimanfaatkan untuk mendukung proyek pembangkit listrik 35 Giga Watt (GW).
Selain mendorong pendidikan dan pelatihan vokasional, pemerintah juga akan merekrut juru ukur dan asisten juru ukur independen. Namun, agar sesuai dengan aturan yang ada, pemerintah akan membuat sistem yang memungkinkan juru ukur masuk dalam program PTSL ini.
Kementerian ATR akan membuat peta jalan dan situasi lahan yang bersangkutan, baru kemudian akan ditenderkan kepada juru ukur yang sudah berbentuk firma. "Kalau independen orang per orang lari nanti. Siapa yang bisa kerjakan lebih murah dia yang dapat," kata Darmin.