Rupiah Melemah, Investor Antipasi Pemangkasan Pajak Trump
Nilai tukar rupiah kembali melemah pada perdagangan Kamis (27/4) dan Jumat (28/4) lalu. Mengacu pada Bloomberg, di pasar spot rupiah melemah 0,27 persen dalam dua hari menjadi Rp 13.329 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan diduga lantaran pelaku pasar menunggu kebijakan pajak Presiden AS Donald Trump.
Trump berencana memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) dari sebesar 35 persen menjadi 15 persen. Selain itu, perusahaan multinasional yang membawa masuk dananya dari luar negeri direncanakan akan memperoleh insentif berupa tarif pajak sebesar 10 persen dari saat ini 35 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengakui kebijakan pajak Trump membuat pelaku pasar pasang posisi wait and see alias menunggu dan melihat dalam menempatkan dananya. Meski begitu, ia menilai pelemahan rupiah kemarin masih wajar.
“Seandainya melemah itu masih dalam kondisi wajar,” tutur Agus di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (28/7). Apalagi, parlemen AS juga belum menyetujui kebijakan pajak yang dimaksud. Sebelumnya, kebijakan pelayanan kesehatan (health care ) Trump ditolak parlemen. (Baca juga: Banyak Bantalan Likuiditas, BI Yakin ASEAN Kuat Hadapi Risiko Ekonomi)
Ia menjelaskan, pelaku pasar memang terus memantau perkembangan dunia. Selain kebijakan pajak Trump, hal lain yang menjadi sorotan adalah penurunan harga minyak dunia ke posisi di bawah US$ 50 per barel. Penurunan harga terjadi lantaran stok minyak cukup banyak dari AS dan kembali berproduksinya kilang di Libya.
Kondisi seperti ini, kata Agus, bisa berpengaruh ke nilai tukar. Namun, sejak awal tahun, dia justru mencatat rupiah sudah menguat 1,5 persen. Ia melihat rupiah menguat ditopang oleh optimisme pelaku pasar terhadap prospek perekonomian di dalam negeri. Optimisme tersebut didukung oleh stabilitas makroekonomi yang solid, termasuk peningkatan cadangan devisa. (Baca juga: BI Pantau Penguatan Rupiah Sudah Sesuai Nilai Fundamental)
“Apresiasi rupiah ini didorong oleh optimisme pelaku pasar seiring adanya perbaikan ekonomi global dan naiknya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan masuknya dana asing (capital inflow),” ujar Agus. Hingga 21 April, capital inflow mencapai Rp 96 triliun, melebihi periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 76 triliun.