Surat Utang Diborong, Indonesia Banjir Dana Asing Rp 79,1 Triliun
Dana asing terus mengalir deras ke berbagai instrumen investasi di dalam negeri. Bank Indonesia (BI) mencatat, dana asing yang masuk (capital inflow) sejak Januari hingga 5 April lalu mencapai Rp 79,1 triliun, sebagian besarnya mengalir ke Surat Berharga Negara (SBN).
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan, aliran dana asing tersebut melonjak Rp 21,5 triliun dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 57,6 triliun. "Ini menunjukan bahwa optimisme kepada emerging market, termasuk Indonesia baik,' kata dia di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (7/4).
Ia merinci, sebanyak 78,5 persen dana asing yaitu senilai Rp 62,1 triliun mengalir ke Surat Berharga Negara (SBN). Adapun, dana asing ke saham mencapai 12,3 persen atau senilai Rp 9,7 triliun. (Baca juga: BI Ramal Dana Asing di Saham dan Obligasi Tergerus Kenaikan Bunga Fed)
Sedangkan, dana asing mengalir ke instrumen BI seperti Sertifikat BI (SBI) ataupun Sertifikat Deposit BI (SDBI) mencapai 7,2 persen atau senilai Rp 5,7 triliun. Sisanya, sebesar 1,9 persen atau senilai Rp 1,5 triliun mengalir ke obligasi korporasi. (Baca juga: Sri Mulyani: Investor Amerika Lebih Minati Surat Utang Indonesia)
Menurut Mirza, dana asing juga mengalir deras ke negara lain yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Hanya beberapa yang mengalami arus keluar dana asing (capital outflow), misalnya Afrika Selatan. Negara tersebut mengalami arus keluar dana asing setelah adanya pergantian menteri keuangan secara mendadak yang menimbulkan pertanyaan dari pelaku pasar.
Turki juga mengalami arus keluar dana asing. Penyebabnya, kondisi politik yang tidak stabil di negara tersebut. Demikian juga dengan Meksiko yang mengalami arus keluar dana asing seiring dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
"Meksiko sudah menaikkan suku bunganya lima kali. Sekali untuk mencegah outflow pada waktu Trump jadi Presiden, kemudian inflasi," tutur Mirza.
Adapun, aliran masuk dana asing ke Indonesia, dinilainya tak terlepas dari baiknya kondisi ekonomi di dalam negeri. Dari sisi inflasi, misalnya, tercatat deflasi 0,02 persen pada Maret karena ada panen sehingga ada perbaikahn dari sisi harga pangan (volatile food). Selain itu, cadangan devisa (cadev) juga menunjukan perbaikan terutama karena ada penerbitan SBN oleh pemerintah.
Namun, untuk pertumbuhan ekonomi, dia melihat akan ada perlambatan pada paruh pertama tahun ini. "Pertumbuhan ekonomi masih belum sekuat yang kami harapkan," ujarnya. Meski begitu, ia yakin pertumbuhan ekonomi masih akan berada pada kisaran target yaitu 5-5,4 persen.