Pengusaha Keluhkan Masih Ada Masalah Koordinasi di Birokrasi
Kalangan pengusaha menilai dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK), masih diwarnai sejumlah permasalahan. Salah satunya masalah koordinasi di tingkat birokrasi yang membuat beberapa kebijakan yang telah direncanakan sulit berjalan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan masalah koordinasi birokrasi tersebut terlihat dalam sejumlah kebijakan. Salah satu dalam kebijakan penurunan harga gas untuk industri.
Rencana penurunan harga sebenarnya sudah dituangkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi III yang dirilis 7 Oktober 2015. Namun, hingga kini belum juga bisa terealisasi. Pemerintah menjanjikan penurunan harga tersebut bisa dilakukan mulai awal tahun depan.
"Jadi memang koordinasi ini lumayan menjadi masalah," kata Haryadi saat ditemui di sela Rembuk Nasional "Bergegas Membangun Indonesia" di Hotel Sahid, Jakarta, Senin (24/10). (Baca: Hanya Dua Industri yang Menikmati Penurunan Harga Gas Awal 2017)
Penurunan harga gas di tengah tren harga minyak yang rendah sangat dibutuhkan industri. Jika harganya masih mahal, maka industri dalam negeri akan sulit bersaing dengan negara lain. Apalagi saat ini harga gas di Indonesia masih lebih mahal dibandingkan negara tetangga.
Menurut Hariyadi, seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi. Pemerintah seharusnya bisa mendahulukan kepentingan nasional untuk memajukan industri, ketimbang mendahulukan kepentingan kelompok ataupun sektor.
Koordinasi antar pemangku kepentingan ini dirasakan penting dalam pengembangan industri dan peningkatan investasi. Investasi merupakan salah satu instrumen dalam sasaran makro pemerintah seperti mengentaskan kemiskinan, memangkas kesenjangan, serta meningkatkan daya beli masyarakat. "Jadi jangan sampai kita jalan sendiri-sendiri," katanya.
(Baca: Dua Tahun Pemerintahan Jokowi, Seskab Klaim Rakyat Puas)
Dari sisi kebijakan ekonomi, Hariyadi menjelaskan masih ada beberapa bagian paket ekonomi yang mengalami kendala dan belum berjalan. Lagi-lagi masalah koordinasi yang kurang baik menjadi salah satu penyebabnya.
Meski demikian, dia mengakui ada beberapa paket kebijakan yang sudah berjalan. Dia pun menyebutkan beberapa diantaranya, seperti penetapan upah (paket kebijakan IV) serta Pusat Logistik Berikat (PLB) yang merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi II.
"Lalu percepatan izin prinsip di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kami juga sambut baik," katanya. (Baca: Dua Tahun Jokowi, Daya Saing dan Kemandirian Ekonomi Jadi Sorotan)
Sebelumnya kalangan ekonom juga menyatakan dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencatat ada tiga program Nawa Cita di bidang ekonomi hingga kini belum memuaskan.
Ketiga program itu adalah kemandirian ekonomi, membangun Indonesia dari pinggiran, dan peningkatan produktifitas dan daya saing ekonomi. "Saya pikir pencapaiannya masih jauh dari harapan," katanya.
Bahkan dari sisi daya saing, dia melihat adanya penurunan. Enny mengacu pada Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF). Peringkat daya saing Indonesia dalam laporan tersebut berada di posisi 41. Padahal, tahun sebelumnya di peringkat 37 dan pada 2014 masih berada di posisi 31.