Meniru Inggris, Ditjen Pajak Godok Aturan Baru Kejar Google
Keberhasilan Inggris menagih setoran pajak dari Facebook dan Google telah menerbitkan harapan bagi Pemerintah Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak sedang mengkaji rencana memperkuat aturan perpajakan agar dapat mengejar pajak dari perusahaan raksasa digital (Over The Top/OTT), seperti Google, Facebook, Yahoo, dan Twitter.
Direktur Penyuluhan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, hal ini bisa dilakukan dengan memperkuat aturan perpajakan maupun mengeluarkan aturan pajak baru. Rencana tersebut bercermin dari keberhasilan Inggris belum lama ini, yang memungut pajak hingga £ 4,16 juta atau setara Rp 67 miliar dari Facebook.
Sebelumnya, Inggris juga berhasil memungut pajak dari Google berkat Diverted Profits Tax atau dikenal secara internasional sebagai "Google Tax". Pajak ini merupakan pajak agresif sebesar 25 persen dari keuntungan perusahaan yang belum berwujud Bentuk Usaha Tetap (BUT) bila terbukti keuntungannya dibawa ke negara lain yang pajaknya lebih rendah.
Hal ini membuat Google gentar lantaran tidak ingin keuntungannya terpangkas seperempat. Alhasil, mereka kemudian memilih membuat BUT serta terdaftar sebagai wajib pajak badan di negara Inggris. (Baca: Kejar Pajak Google, Pemerintah Perlu Tiru Inggris)
Namun, Hestu belum bisa memastikan jenis pajak seperti itu akan bisa diterapkan di Indonesia. Ia menyatakan, Ditjen Pajak harus berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya penguatan tersebut bisa dimasukkan dalam Undang - Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) maupun UU Pajak Penghasilan.
"Kami lihat saja nanti apa dengan peraturan pajak baru atau dalam UU perpajakan yang ada," katanya di Malang, Jawa Timur, Jumat (14/10). (Baca: Pemerintah Akan Investigasi Pajak Google)
Saat ini, Hestu mengatakan, Google masih diperiksa di Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Pemeriksaan itu untuk menentukan adanya sanksi baik itu administrasi ataupun pidana. "Tapi memang ke depan perlu diperkuat regulasinya," katanya.
Di sisi lain, dia menyatakan, wacana memajaki perusahaan digital ini telah menjadi perhatian penuh dunia internasional. Bahkan, beberapa forum dunia, seperti G-20 dan Organisation for Economic Co-operation amd Development (OECD), memformulasikan kebijakan agar ada penerimaan perpajakan yang adil dari perusahaan-perusahaan seperti Google.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Darussalam meminta DPR proaktif bekerjasama dengan pemerintah untuk meniru keberhasilan Inggris. Bahkan, DPR semestinya dapat memanggil Google untuk meminta tanggung jawab atas penerimaan negara ini.
"Ini bukan dispute Ditjen Pajak melawan perusahaan tapi sudah negara lawan perusahaan," katanya. (Baca: Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, Twitter, dan Yahoo)