Investasi Terlewati Vietnam, Pemerintah Mesti Percepat Deregulasi
Hasil survei Bank Indonesia beberapa waktu lalu menunjukkan perlambatan pertumbuhan kegiatan usaha pada kuartal tiga. Bahkan, tren ini diperkirakan berlanjut hingga triwulan empat tahun ini.
Menurut Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong hal tersebut berkaitan erat dengan gerak penanaman modal. Selama ini, kebijakan Indonesia dinilai sangat tertinggal dibanding negara lain dalam mendukung investasi. (Baca: Rencana Investasi Rp 342 Triliun Terhambat, BKPM Gandeng Polri).
Sementara itu, pengaruh paket kebijakan yang ditelurkan pemerintah sejak September tahun lalu untuk menggairahkan ekonomi rupanya membutuhkan waktu lama dalam meningkatan investasi. Karena itu, kata Lembong, pemerintah perlu mempercepat deregulasi, modernisasi, serta membuat kemitraan dengan blok-blok ekonomi di negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat.
“Dalam rapat pleno satuan tugas (satgas) ekonomi, ada kelompok kerja (pokja) dua dan tiga yang memberikan tayangan: Indonesia sudah kalah dengan Vietnam,” kata Tom Lembong di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa, 11 Oktober 2016.
Bagaiaman dengan negara lain? Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, posisi Indonesia pun mulai kalah dari India. Bahkan, terancam tertinggal dari Filipina dan Myanmar kalau kebijakan pemerintah masih seperti saat ini. (Baca: Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi, Darmin Mengandalkan Investasi).
Berdasarkan data lembaganya, Tom Lembong menyatakan laju investasi belum meningkat signifikan. Namun ia menilai sentimen positif imbas penerapan paket kebijakan mulai terasa. Dampak yang paling terasa adalah stabilnya nilai tukar rupiah imbas paket kebijakan yang dibarengi dengan keberhasilan program pengampunan pajak alias tax amnesty periode pertama.
Karenanya, saat ini merupakan momentum paling tepat untuk menggencarkan percepatan deregulasi. Ketika pengusaha memiliki likuiditas lebih dari amnesti pajak, mereka mesti disediakan ruang untuk berinvestasi.
“Jangan sampai Indonesia gagal untuk mengkapitalisasi momentum positif ini dari suksesnya tax amnesty, reshuffle, program deregulasi dan sudah dimulainya negosiasi perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa dengan Australia,” tutur Lembong. (Baca juga: Belanja Pemerintah Menipis, BI: Ekonomi Cuma Bisa Tumbuh 5 Persen).
Di lain kesempatan, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution yakin pertumbuhan ekonomi tetap mencapai 5,1 - 5,2 persen tahun ini. Meskipun indeks keyakinan konsumen menunjukan penurunan, ia yakin pertumbuhannya tetap positif karena adanya kenaikan harga komoditas yang diharapkan mendorong pendapatan masyarakat di beberapa wilayah.
“Konsumsi rumah tangga nggak turun-turun amat. Buktinya pertumbuhan ekonomi 5,18 persen kuartal lalu. Kredit dalam rupiah naik, yang turun itu yang dalam dolar Amerika karena rupiah,” kata Drmin. (Baca: Belanja Pemerintah Menipis, BI: Ekonomi Cuma Bisa Tumbuh 5 Persen).
Jadi, dia melanjutkan, sebenarnya ada sejumlah survei untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi berjalan. Darmin tetap berharap ekonomi tumbuh 5,1 - 5,2 persen, angka yanag cukup moderat. “Di saat ekonomi dunia melambat.”