Surplus Neraca Perdagangan Agustus Diprediksi Rendah
Para ekonom memprediksi, Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) masih mencetak surplus pada Agustus. Namun, seperti kondisi neraca Juli, surplus bukan disebabkan pulihnya kinerja ekspor, melainkan penurunan kinerja impor.
Pada Juli, Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan surplus sebesar US$ 598,3 juta. Nilai ekspor hanya sebesar US$ 9,5 miliar atau turun 17 persen dibanding Juli 2015. Sedangkan nilai impor sebesar US$ 8,92 miliar atau turun 35,8 persen. BPS akan mengumumkan neraca perdagangan Agustus pada Kamis (15/9).
(Baca: Surplus Dagang Juli US$ 598 Juta, Kinerja Ekspor-Impor Kian Lemah)
Ekonom DBS Group Gundy Cahyadi memperkirakan, ekspor turun 15,9 persen pada Agustus. Sedangkan impor turun 12,2 persen. Perlambatan kinerja ekspor yang dibarengi dengan perlambatan impor menyebabkan neraca perdagangan kembali surplus pada Agustus. “(Besarnya) US$ 0,5 miliar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, akhir pekan lalu.
Kondisi neraca perdagangan tersebut kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun. Sebab, kinerja ekspor diyakini belum akan pulih. “Mengacu pada data sepanjang tahun ini, kami melihat sepertinya total ekspor tumbuh negatif, kemungkinan minus 9,8 persen,” kata dia.
Nilai Ekspor Bulanan 2015-Juli 2016 (Sumber: Databoks)
Sejalan dengan Gundy, Kepala Ekonom Bank Central Asia memprediksi neraca perdagangan masih surplus, tapi hanya US$ 420 juta. Menurutnya, selain disebabkan oleh penurunan impor, surplus juga terbantu oleh pulihnya harga komoditas, seperti batubara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
“Banyak komoditas lain juga sama (naik), tapi lebih ke harga, bukan volume,” ujar David. Dia mengisyaratkan perlambatan kinerja ekspor belum berakhir.
Menurutnya, diperlukan pelonggaran moneter untuk mendorong ekonomi melaju lebih kencang ke depan. Dengan jalan itu, diharapkan aktivitas usaha lebih terdorong sehingga impor bahan baku dan barang modal bisa kembali meningkat.
(Baca: Deflasi Agustus, BI Perlu Pangkas Bunga untuk Kerek Daya Beli)
Peningkatan impor tersebut diyakini David tak akan mengganggu kecukupan dolar di dalam negeri sehingga menekan kurs rupiah. Sebab, aliran modal masuk ke bursa saham dan obligasi masih sangat besar. Sebelumnya, David menyebut total dana masuk ke bursa saham dan obligasi mencapai Rp 170 triliun.