Rilis Paket Jilid XII, Jokowi Pangkas 45 Prosedur Kemudahan Usaha
Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid ke-12 untuk memberikan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Paket ini memangkas banyak prosedur, izin, waktu, dan biaya pengurusan usaha. Harapannya, paket ini dapat mendukung pencapaian target peringkat ke-40 kemudahan usaha atau Ease of Doing Business Indonesia versi Bank Dunia pada 2017 mendatang.
Berbeda dibandingkan 11 paket kebijakan ekonomi yang sudah dirilis sejak September tahun lalu, paket jilid XII ini langsung diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. “Saya mengumumkan langsung paket ini karena sangat penting sekali untuk membuat bangsa ini mandiri dan punya daya saing,” kata Presiden kepada para wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/4) sore.
Seperti paket kebijakan jilid I, paket teranyar ini memang memuat banyak peraturan baru maupun peraturan yang direvisi. Peraturan itu terdiri dari peraturan pemerintah, peraturan menteri, instruksi gubernur, surat edaran menteri, hingga keputusan direksi.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, mayoritas peraturan tersebut sudah rampung dibuat ataupun direvisi bersamaan dengan dirilisnya paket kebijakan jilid XII ini. “Ini paket yang besar dan penting dengan cakupan yang luas. Sebanyak 16 peraturan baru sudah diterbitkan. Cuma dua peraturan yang belum rampung saat ini,” katanya, yang turut mendampingi Presiden dalam konferensi tersebut. Yaitu, revisi Peraturan Pemerintah No. 48/1994 tentang Pajak Penghasilan final untuk jual beli tanah dan peraturan daerah tentang penurunan Biaya Peralihan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB).
(Baca: Pemerintah Klaim Peringkat Kemudahan Usaha Naik ke Posisi 53)
Deregulasi semua peraturan itu mencakup 10 indikator kemudahan usaha yang saban tahun disurvei oleh Bank Dunia. Yaitu: memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, pendaftaran properti, pembayaran pajak, akses mendapatkan kredit, dan penegakan kontrak. Selain itu, akses listrik, perdagangan lintas negara, penyelesaian perkara kepailitan, dan perlindungan terhadap investor minoritas.
Sebagai contoh, untuk indikator memulai usaha, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Dalam beleid itu, modal dasar PT tetap minimal Rp 50 juta namun modal dasar untuk UMKM ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri usaha tersebut.
(Baca: Syarat Modal UMKM Diperlonggar, Peringkat Kemudahaan Usaha Naik)
Sedangkan 13 prosedur pembentukan PT telah dipangkas menjadi tujuh prosedur. Waktu pengurusan pendirian PT juga dipersingkat dari 47 hari menjadi 10 hari. Lalu, biayanya menciut dari Rp 6,8-7,8 juta menjadi Rp 2,7 juta. Adapun izinnya berkurang dari lima izin menjadi tiga izin.
Secara total, jumlah prosedur dalam 10 indikator kemudahan usaha telah dipangkas sebanyak 45 prosedur, dari 94 prosedur menjadi tinggal 49 prosedur. Sedangkan jumlah izin berkurang dari 9 izin menjadi 6 izin. Adapun jumlah harinya menciut dari 1.566 hari menjadi 132 hari. Lalu, jumlah biayanya di luar biaya nilai properti dan listrik, berkurang dari Rp 92,8 juta menjadi Rp 72,7 juta.
(Baca: Bidik Posisi 40 Kemudahan Usaha, Pemerintah Libatkan Dua Pemda)
Menurut Jokowi, paket deregulasi jilid XII ini bukan sekadar untuk mengerek peringkat kemudahan berusaha dalam survei Bank Dunia. Karena itu, meski Bank Dunia hanya melakukan survei terbatas pada wilayah DKI Jakarta dan Kota Surabaya, pemerintah menginginkan kebijakan tersebut bisa berlaku secara nasional. “Saya ingin agar semua bisa mempunyai daya saing yang kuat terhadap semua usaha di Indonesia,” ujarnya.
Sekadar informasi, survei kemudahan usaha yang dilakukan Bank Dunia tahun lalu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-109 dari 189 negara. Posisi ini tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura posisi 1, Malaysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103. Jokowi menargetkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia melonjak ke posisi-40 pada 2017.