ADB Prediksi Ekonomi Asia 2016 Makin Lesu
KATADATA - Ekonomi Cina masih meriang pada tahun ini. Bank Pembangunan Asia (ADB) pun memprediksi pelambatan Negeri Panda itu, yang berkontribusi terhadap sepertiga ekonomi dunia, membuat gerak negara-negara di Asia bakal terseok.
Akibatnya, lembaga keuangan Asia tersebut memperkirakan ekonomi kawasan Asia hanya tumbuh 5,7 persen pada tahun ini dan tahun depan. Proyeksi tersebut lebih rendah dibanding realisasi 2015 yang mencapai 5,9 persen. Country Director ADB Indonesia Steven R. Tabor mengatakan kondisi tersebut seiring laju ekonomi Cina yang hanya tumbuh 6,5 persen pada tahun ini, lebih rendah dari 2015 yang mencpai 6,9 persen. (Baca: Hadapi Tiga Masalah Besar, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia).
Jika ternyata pertumbuhannya lebih lambat dari proyeksi tersebut, kata Tabor, dampaknya akan lebih signifikan. Sebab, setengah dari motor penggerak ekonomi Asia yaitu Cina. Saat ini, kondisi Negeri Tirai Bambau itu mengalami kelebihan kapasitas di industri dan perumahan. Bahkan mayoritas perusahaannya memiliki utang luar negeri dalam jumlah besar. Konsumsi rumah tangga pun menurun. Begitu pula dengan investasi infrastrukturnya.
“Net ekspor Cina masih stabil, meski dari sisi suplai side ada transformasi dari pertanian ke jasa, begitu juga industri ke jasa,” tutur Tabor saat menyampaikan pandangannya dalam Asian Development Outlook di Hotel Intercontinental, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016. (Baca juga: Tiga Ramalan ADB Atas Kelesuan Ekonomi Asia).
Risiko ekonomi Asia yang kedua yakni kenaikan suku bunga Amerika Serikat atau Fed Rate. Kekhawatiran pasar atas kembalinya dana ke Amerika atau sudden reversal akan berpengaruh pada stabilitas keuangan negara. Indonesia, mislanya, pada September-Oktober 2015 mengalami keluarnya dana asing alias capital outflow dalam jumlah besar karena ketakutan tersebut. Sementara tahun ini, masih ada kemungkinan kenaikan Fed Rate satu hingga dua kali.
Risiko lainnya, yakni deflasi di negara produsen. Hal ini akan berdampak negatif terhadap keuntungan yang diterima perusahaan. Harga minyak dan komoditas yang belum membaik akan membatasi prospek perekonomian di Asia. (Lihat pula: Diprediksi Membaik, Ekonomi 2016 Ditargetkan Tumbuh 5,5 Persen).
Adapun Asia Tenggara sebagai penghasil komoditas diperkirakan tumbuh sebesar 4,5 persen tahun ini dan naik ke level 4,8 persen di 2017. Pertumbuhan regional tersebut akan dipimpin oleh Indonesia yang terus meningkatkan investasi infrastrukturnya dan melakukan reformasi struktural untuk mendorong investasi swasta. Sedangkan India, diperkirakan tumbuh 7,4 persen tahun ini dan 7,8 persen pada 2017. Kendati ekspornya masih lemah, namun investasi infrastruktur India masih baik.