Pemerintah Berencana Kenakan Cukai BBM dan Plastik
KATADATA - Di tengah prediksi penerimaan negara yang seret, terutama dari pajak, sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk menambah pemasukan. Misalnya, Badan Kebijakan Fiskal sedang menggodok untuk mengenakan cukai pada bahan bakar minyak dan plastik. Selain untuk menambah penerimaan negara, kedua komoditas tersebut dianggap sebagai barang yang dapat merusak lingkungan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan aturan ini masih dalam tahap kajian. Setelah itu akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Juga, mendiskusikannya dengan pengusaha. Hasil semua itu akan disosialisasikan kepada masyarakat. Adapun soal tarif atau potensi yang diterima negara, sampai saat ini pemerintah belum membahasnya. “Ini mulai ada kajiannya,” kata Suahasil usai mengikuti seminar “Growth Diagnostic in Indonesia” di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu, 23 Maret 2016. (Baca: Gandeng Ditjen Pajak, Bea Cukai Bidik Penerimaan Lebih Tinggi).
Sebenarnya, untuk mengurangi pemakaian plastik, pemerintah sudah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar sejak 21 Februari lalu. Setiap konsumen yang berbelanja di supermarket dan minimarket dikenai Rp 200 per lembar. Langkah yang didasarkan pada surat edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini untuk mengendalikan penggunaan plastik. Penerapan cukai pada plastik ini diharapkan makin mengendalikan pemakainnya.
Begitupula dengan BBM, Suahasil mengatakan pengenaan cukai untuk komoditas energi ini akan dikonsultasikan dengan DPR. BBM juga dianggap sebagai perusak lingkungan. Sebelumnya, pemerintah juga berencana mengenakan pajak karbon atau carbon tax untuk tiap liter BBM yang dibeli masyarakat. (Baca juga: 2016 Naik, Perusahaan Didorong Beli Cukai Rokok Tahun Ini).
Meski begitu, Suahasil memastikan dampak penerapan cukai terhadap inflasi akan kecil. Apalagi pemerintah akan menyesuaikan subsidi BBM jenis solar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Pemerintah juga segera menurunkan harga BBM jenis Premium dan Solar pada awal April nanti seiring merosotnya harga minyak mentah dunia. “Kami belum hitung, tapi (dampak ke inflasi) kecil sekali,” tutur Suahasil.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 8,18 triliun per 29 Februari 2016. Nilai ini turun 63,6 persen dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 22,5 triliun. Berkurangnya pemasukan terutama disebabkan oleh penerimaan cukai yang terkontraksi 68,7 persen menjadi hanya Rp 5,5 triliun.
Sedangkan bea keluar tercatat Rp 383,8 miliar atau menurun 20 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu. Hanya bea masuk yang mencatatkan peningkatan sebesar 17,02 persen menjadi Rp 5,5 triliun. (Lihat pula: Rekor Baru, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.000 Triliun).
Untuk diketahui, Pasal satu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai menyebutkan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sejumlah sifat atau karakteristik. Pasal dua membeberkan tentang sifat dan karakteristik barang yang dikenai cukai. Yaitu, konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.