Menteri Keuangan akan Pangkas Target Pajak Sesuai Kondisi Ekonomi
KATADATA - Berbeda dibandingkan 2015, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tak lagi memasang target penerimaan pajak yang tinggi tahun ini. Penerimaan pajak 2016 ditargetkan tumbuh 13 persen dari realisasi penerimaan tahun lalu, yang sejalan dengan kondisi ekonomi terkini. Proyeksi baru penerimaan pajak tersebut akan dimasukkan dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Tahun lalu, dalam APBN Perubahan 2015, pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp 1.294 triliun, atau melonjak sekitar 31,3 persen dibandingkan realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Namun, nyatanya penerimaan pajak, termasuk pajak penghasilan (PPh) migas hingga akhir tahun lalu sebesar Rp 1.060,8 triliun atau cuma naik 8 persen ketimbang tahun sebelumnya. Jumlahnya sedikit lebih tinggi dibandingkan pengumuman Kementerian Keuangan awal Januari lalu, yaitu Rp 1.055 triliun karena adanya tambahan pajak revaluasi aset Rp 3 triliun dan PPh badan Rp 2 triliun yang belum tercatat per 31 Desesember 2015.
Mengacu kepada pencapaian 2015 itulah, pemerintah terkesan lebih hati-hati dalam memproyeksikan penerimaan pajak tahun ini. Dalam menentukan target penerimaan pajak tahun ini, Bambang mengacu kepada realisasi penerimaan pajak nonmigas tahun lalu sebesar Rp 1.011 triliun. “Kalau (pajak) minyak dan gas bumi kami kesampingkan karena benda berharga,” katanya dalam konferensi pers realisasi APBN-P 2015 di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Rabu malam (27/1).
Menurut Bambang, peningkatan penerimaan pajak nonmigas 2015 sebesar 11 persen dari tahun sebelumnya itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan alamiah sebesar 8 persen. Pertumbuhan alamiah penerimaan pajak itu berdasarkan akumulasi pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi tahun 2015, yang masing-masing sekitar 4,7 persen dan 3,3 persen.
Artinya, ada upaya lebih yang berhasil dilakukan pemerintah sehingga realisasi penerimaan pajak nonmigas tahun lalu bisa tumbuh 11 persen. “Extra effort 3 persen itu yang kami pakai lagi untuk tahun 2016,” kata Bambang. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi tahun ini masing-masing sekitar 5,3 persen dan 4,7 persen, plus upaya lebih tiga persen, maka dia menargetkan penerimaan pajak nonmigas tahun ini tumbuh 13 persen menjadi Rp 1.142,43 triliun.
(Baca: Rekor Baru, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.000 Triliun)
Perhitungan baru target penerimaan pajak tersebut jauh di bawah proyeksi penerimaan pajak nonminyak dan gas bumi (migas) dalam APBN 2016 yang sebesar Rp 1.318 triliun atau naik 30,3 persen dibandingkan realisasi 2015. Berarti, pemerintah melalui Menteri Keuangan akan merevisi sekaligus menurunkan target penerimaan pajak nonmigas dalam APBN 2016 sebesar 13,3 persen.
Sementara itu, target PPh migas sebesar Rp 41,1 triliun pada tahun ini kemungkinan juga akan direvisi. Pasalnya, asumsi harga minyak tahun ini US$ 40 per barel, yang lebih rendah dari rata-rata harga minyak tahun lalu sebesar US$ 49 per barel. Pemerintah juga akan menyesuaikan target produksi siap jual (lifting) migas lantaran lifting minyak dan gas tahun lalu masing-masing hanya 777,6 juta barel per hari dan 1,19 juta barel per hari setara minyak. “Ini jauh di bawah target,” kata Bambang.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.546 triliun. Itu terdiri dari pajak nonmigas Rp 1.318 triliun, PPh migas Rp 41,1 triliun dan bea cukai Rp 186,5 triliun.
(Baca: Penghindaran Pajak, Kapolri: Banyak Pengusaha Bandel!)
Penerimaan negara tahun ini juga dapat terpengaruh oleh rencana Bambang menurunkan tarif bea masuk dan cukai minuman keras (miras) untuk menghindari penyelundupan. Menurut dia, penyelundupan miras terjadi karena struktur bea masuk ataupun cukai impor tidak ideal. "Yang ideal kami harus punya struktur bea masuk dan cukai yang membuat impor ilegal itu menurun. Jadi orang tidak keberatan impor secara legal," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga memastikan adanya penyesuaian alias revisi target penerimaan pajak tahun ini. Langkah ini dilatari oleh realisasi penerimaan pajak 2015 yang meleset dari target. “Itu berangkat dari realisasi 2015 yang ternyata lebih rendah dari target. Mau tidak mau kami harus buat penyesuaian,” katanya, Rabu (27/1).
(Baca: Ada 4 Stimulus, Ekonomi 2016 Diperkirakan Bisa Tumbuh 5,2 Persen)
Namun, Darmin enggan berspekulasi mengenai penerimaan pajak tahun ini karena iklim perekonomian belum membaik. Dalam beberapa bulan mendatang baru akan terlihat prediksi ekonomi Indonesia dan pengaruhnya terhadap pajak. “Karena kalau bicara iklim, kemampuan kami agak terbatas juga kalau memperkirakan,” katanya.