Pengurangan Pajak untuk Industri Padat Karya Masuk Paket Jilid VII
KATADATA - Pemerintah berencana akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid VII pada pekan ini. Dalam paket teranyar itu akan memuat insentif pengurangan pajak untuk industri padat karya.
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, paket jilid VII akan mencakup dua hingga tiga poin. Salah satunya mengenai insentif pengurangan pajak (tax allowance) bagi industri padat karya. “Pengumumannya biasanya (hari) Rabu atau Kamis. Jadi ada dua atau tiga poin,” katanya seusai acara peluncuran laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (23/11).
Pemerintah sebenarnya telah memasukkan fasilitas pengurangan pajak ini dalam paket jilid I, II, dan IV. Namun, Lukita menjelaskan, insentif pajak dalam paket terbaru ini akan fokus diberikan kepada industri padat karya yang mengacu kepada jumlah tenaga kerjanya. “Sekarang ada tambahan cakupan industrinya. Waktunya tetap, besarannya juga tetap,” kata dia.
(Baca: Deregulasi Masih Tersendat, Pemerintah Tunda Paket Jilid VII)
Sekadar informasi, paket kebijakan pertama memuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 159/2015 tentang tax holiday alias pembebasan pajak selama kurun waktu tertentu. Beleid ini mencakup lima hal pokok, salah satunya adalah perusahaan yang pengajuan tax holiday-nya ditolak masih bisa mendapatkan fasilitas tax allowance.
Sedangkan paket kebijakan jilid II memuat fasilitas tax allowance yang diberikan secara otomatis bagi perusahaan di kawasan ekonomi khusus (KEK) atau kawasan berikat. Insentif pajak ini memang diperuntukkan khusus perusahaan di KEK. Selain itu, ada kemudahan perizinan pembangunan pembangkit listrik, izin pengadaan air bersih, hingga pembangunan jalan dan pelabuhan.
(Baca: Gerakkan Ekonomi Desa, Pemerintah Akan Turunkan Pajak Pertambahan Nilai)
Adapun dalam paket kebijakan jilid VI yang dirilis awal November lalu, ada sembilan fasilitas yang diberikan kepada perusahaan di KEK. Salah satunya adalah pengurangan penghasilan kena PPh (pajak penghasilan). Besarannya 30 persen selama enam tahun, serta amortisasi yang dipercepat. Selain itu, fasilitas ini memperhitungkan pengenaan PPh atas dividen sebesar 10 persen, dan kompensasi kerugian mulai dari lima tahun hingga 10 tahun.
Di sisi lain, pemerintah batal memasukkan sejumlah kebijakan lain, seperti dana desa, insentif untuk memacu sektor usaha peternakan sapi, dan insentif PPh Pasal 21, ke dalam paket jilid VII. Lukita mengatakan, pemerintah masih mengkaji mengenai kebijakan dana desa. Adapun insentif PPh 21 untuk karyawan masih didiskusikan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
(Baca: Pemerintah akan Rilis Paket Kebijakan untuk Memacu Daya Beli)
Sekadar tambahan informasi, sejak merilis paket kebijakan ekonomi pertama pada 9 September lalu, ada sebanyak 134 peraturan yang akan direvisi atau pembuatan peraturan baru. Rinciannya adalah 17 peraturan pemerintah (PP), 11 peraturan presiden (Perpres), dua instruksi presiden (Inpres), 96 peraturan menteri (Permen), dan delapan aturan lainnya.