Cari Dana Infrastruktur, Pemerintah Jajaki Penerbitan Obligasi di Cina
KATADATA - Pemerintah berupaya mengamankan kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan berbagai proyek infrastruktur sejak awal tahun depan. Caranya dengan mencari utang lebih awal (pre-funding) alias ijon sebelum tahun anggaran 2016. Salah satu sumber pembiayaan yang tengah dipertimbangkan adalah menerbitkan surat utang dalam mata uang renminbi di Cina.
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srianita Ginting mengaku masih mengkaji pembiayaan secara ijon dengan menerbitkan surat utang alias obligasi. Pasalnya, pemerintah harus memantau kondisi pasar yang masih bergejolak akibat ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS), Fed Rate.
Dalam dua hari terakhir ini, kondisi pasar memang lebih kondusif. Hal itu ditandai oleh penurunan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) dan kenaikan harga minyak yang berpotensi mengerek harga komoditas sebagai salah satu andalan ekspor Indonesia. Kalau kondisi pasar, misalnya di kuartal IV-2015 lebih baik, maka pemerintah akan memanfaatkan momentum tersebut untuk menerbitkan obligasi. Dengan begitu, pembiayaan infrastruktur sudah aman seandainya kondisi pasar kembali bergejolak di awal tahun depan.
Sebaliknya, kalau kondisi pasar belum stabil hingga akhir tahun ini, pemerintah tidak akan memaksakan diri untuk merilis obligasi. "Hukumnya tidak wajib,” kata Loto di Jakarta, Rabu (4/11). Pemerintah akan berhati-hati menjalankan rencana tersebut karena skema pre-funding ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Jadi, pemerintah ingin memperhatikan berbagai aspek, seperti tata cara atau aturan hukumnya.
Selain itu, Kementerian Keuangan masih mengkaji jenis surat utang yang akan diterbitkan, baik dalam nominal rupiah maupun valuta asing. Kajian itu terkait dengan kebutuhan pendanaan dan kewajiban pemerintah, baik dalam mata uang euro, yen, maupun dolar Amerika Serikat (AS). “Hampir tidak ada (pembiayaan) dalam renminbi (mata uang Cina),” kata Loto.
Obligasi dolar memang lebih likuid, namun biayanya atau bunganya juga lebih tinggi. Karena itu, pemerintah mempertimbangkan untuk menukar obligasi dolar dengan menerbitkan surat utang renminbi berbentuk Panda Bond.
Sekadar informasi, Panda Bond merupakan obligasi renminbi yang hanya bisa diterbitkan di Cina (onshore bond). Sedangkan Dim Sum Bond merupakan obligasi renminbi yang bisa diterbitkan di Cina maupun di luar negara tersebut (offshore bond).
Berdasarkan hasil analisa pasar, kata Loto, biaya penerbitan Panda Bond lebih murah dibandingkan Dim Sum Bond seiring pelemahan mata uang yuan. Namun, peraturan terkait Panda Bond belum selengkap Dim Sum Bond. Selain itu, dibandingkan obligasi valas lainnya, pasar obligasi renminbi lebih kecil. Tenornya juga lebih pendek, yakni hanya 3 tahun sampai 5 tahun.
Karena itulah, pemerintah masih mengkaji penerbitan instrumen utang tersebut.
“Kami mau cari yang (biayanya) murah. Tapi ada beberapa hal yang perlu kami pelajari terkait Panda Bond dan Dim Sum Bond,” imbuhnya.
(Baca: Jokowi Minta Empat Kementerian Lelang Proyek Lebih Cepat)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, munculnya opsi ijon pembiayaan untuk tahun anggaran 2016 karena terjadi penumpukan belanja modal 2015 pada semester II ini. Alhasil, penyerapan anggaran belanja pemerintah terlambat.
Tak ingin mengulangi kejadian serupa, Presiden Joko Widodo meminta pengerjaan proyek infrastruktur di empat kementerian pengguna anggaran infrastruktur terbesar tahun 2016 sudah dimulai sejak awal Januari mendatang. Yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk itu, perlu menghimpun pendanaan sejak dini. “Paling tidak uang muka (proyek) bisa 20 persen hingga 30 persen diperoleh di Januari. Kalau mengandalkan pembiayaan biasa akan repot karena penerimaan pajak terbatas dan masuk pertengahan bulan,” ujar Bambang.