Pengelolaan Apartemen Banyak Bermasalah
KATADATA ? Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta mencatat banyak terjadi permasalahan yang terjadi di sektor properti. Dari 540 kasus yang ditangani BPSK selama 2013, sekitar 40 persennya merupakan kasus sengketa di sektor ini. Sebagian besar permasalahan terjadi di apartemen.
?Mayoritas masalah tidak terselesaikan. Ini ibarat bom waktu yang siap meledak, dan yang rugi semuanya,? kata Ketua BPSK DKI Jakarta Parulian Tambunan kepada Katadata di Jakarta, Kamis (6/2).
Parulian mengatakan jika tidak terselesaikan dapat merugikan perkembangan industri properti di Tanah Air. Apalagi, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta punya rencana membangun banyak rumah susun hingga beberapa tahun ke depan.
Sengketa yang antara penghuni dengan pihak pengembang banyak terjadi terutama dalam pengelolaan apartemen. Sumber konflik antara lain soal tarif listrik, iuran pemeliharaan lingkungan (IPL), perparkiran, hingga pembentukan Perhimpunan Pengurus Rumah Susun (PPRS) yang dinilai sarat kepentingan pengembang.
Parulian mencontohkan banyak penghuni melaporkan kenaikan tarif listrik yang dilakukan secara sepihak. Padahal pihak pengelola tidak memiliki izin untuk menjual listrik curah. ?Akibatnya ada penghuni yang aliran listriknya diputus karena menolak kenaikan,? ujarnya.
Kemudian yang juga dikeluhkan penghuni adalah soal perparkiran. Dia mencontohkan apartemen Kalibata Residence yang tempat parkirnya sangat minim sehingga penghuni kesulitan memarkir kendaraannya. ?Ini kan aneh, penghuni susah cari parkir tapi disuruh bayar,? kata Parulian. ?Termasuk keluhan soal keamanan. Misalnya pembunuhan yang terjadi beberapa waktu lalu.?
Namun anehnya, kata Parulian, pihak PPRS yang seharusnya dapat mewakili kepentingan penghuni justru lebih menyuarakan kepentingan pengembang. ?PPRS kan yang bentuk penghuni tapi mau ketemu tidak boleh. PPRS lebih galak dari penghuni. Ini aneh dan hanya terjadi di Indonesia.?
Belum lagi soal pengelolaan keuangan yang tidak transparan karena tidak ada laporan yang sudah diaudit. Padahal, kata dia, jumlah uang tersebut sangat besar karena meliputi iuran penghuni, hingga pemasukan yang berasal dari parkir dan penyewaan ruang di atas lahan milik bersama.
?Ini menyangkut uang miliaran hingga triliunan rupiah, makanya pengembang tak mau kehilangan,? kata dia. ?Sektor ini terlalu banyak gula, jadi banyak yang bermain.?
BPSK sudah berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini, namun tidak ada itikad baik dari pihak pengembang. Mereka menolak untuk meneruskan penyelesaian sengketa hingga ke tahap arbitrase. ?Pola ini sepertinya dipakai oleh banyak pengembang,? tutur Parulian. ?Padahal apa yang disengketakan itu bisa berujung pada kasus pidana.?
Kepala Bidang Pemantauan dan Evaluasi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat, Soraya mengatakan pihaknya menerima banyak pengaduan dari penghuni apartemen. Namun pemberian sanksi hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah. ?Kami hanya bisa melakukan pendampingan dan sosialisasi cara-cara pengelolaan hunian oleh warga,? kata dia.
Hal sama dikatakan Sudaryatmo, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), yang menilai Pemda DKI Jakarta gagal menyelesaikan sengketa penghuni dan pengembang. ?Kalau dilihat dari beberapa keluhan, Dinas perumahan gagal menjalankan fungsi mediasi.?
YLKI mencatat sepanjang 2013, terdapat 121 pengaduan di sektor properti dari total 954 pengaduan konsumen yang masuk ke YLKI. Jumlah kasus di sektor properti tersebut meningkat 73 persen dari 70 pengaduan pada 2012. ?Paling banyak pengaduannya berasal dari penghuni apartemen,? kata Vita Ryandini, pengurus harian YLKI.