Ekonomi AS Minus 4,8% akibat Corona, Sri Mulyani Waspadai Dampak ke RI
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok turun tajam pada kuartal pertama tahun ini akibat pandemi virus corona. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anjloknya perekonomian dua negara dengan ekonomi terbesar dunia ini akan berdampak signifikan pada Indonesia.
"Jadi ini menimbulkan kewaspadaan bagi kita semua karena dampaknya sangat dalam dan dahsyat dalam perekonomian terutama pada kuartal I," kata Sri Mulyani pada rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat dalam konferensi video di Jakarta, Kamis (30/4).
Amerika Serikat baru saja merilis data pertumbuhan domestik bruto pada kuartal I 2020 minus 4,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara Tiongkok sebelumnya mencatatkan perekonomian pada tiga bulan pertama tahun ini minus sebesar 6,8%.
Menurut Sri Mulyani, terjadi eskalasi kepanikan global sangat tinggi akibat pandemi corona sehingga menyebabkan reaksi yang tak rasional di sektor keuangan pada bulan lalu. Arus modal keluar dari negara emerging market bahkan mencapai US$ 100 milir atau sekitar 0,4% dari produk domestik bruto.
(Baca: Menkeu Sebut Kerugian Dunia Imbas Corona Capai Rp 134 Ribu Triliun)
Sementara di Indonesia, aliran modal asing yang keluar dari Surat Berharga Negara mencapai lebih dari Rp 120 triliun pada Maret. "Sehingga menyebabkan tekanan luar biasa dan Bank Indonesia harus mengatasi nilai tukar kita," ujarnya.
Dengan demikian, pasar saham pun terkoreksi sangat dalam akibat arus modal asing yang terus keluar. Hingga 24 April, Sri Mulyani mengungkapkan indeks saham negara maju tercatat turun 16,3% dan emerging market anjlok 20%.
Selain pasar keuangan, dampak Covid-19 juga menyebabkan harga komoditas turun. Tercatat, harga minyak global turun 70% sejak awal Januari.
Jika dilihat dampak Covid-19 terhadap sektor riil, Sri Mulyani mengungkapkan ini terlihat dari pengangguran yang melonjak sangat tinggi. AS yang menjadi pusat ekonomi dunia mengklaim pengangguran bertambah 26 juta orang. "Ini hanya dalam waktu 5 minggu," ucap dia.
(Baca: Jokowi: Stimulus Ekonomi Hanya untuk Perusahaan yang Tak PHK Karyawan)
Kemudian, consumer confidence AS pada Maret hanya 71,2 atau terendah sejak 2011. Penjualan ritel AS pada bulan Maret juga terkontraksi hingga 6,2%. Pencapaian tersebut merupakan yang terdalam sejak 2009.
Sedangkan di Tiongkok, realisasi perekonomian kuartal I tahun ini merupakan rekor terendah selama hampir tiga dekade. Penjualan ritel Tiongkok pada kuartal I pun turun 18,9%.
Sri Mulyani sebelumnya memperkirakan perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh 4,6% pada kuartal pertama tahun ini. Dampak pandemi virus corona diperkirakan baru akan sangat terasa pada kuartal kedua.
"Kuartal I karena Januari dan Februari masih ada momentum pertumbuhan ekonomi, kami proyeksi 4,5% hingga 4,6%," kata dia beberapa waktu lalu.
Sri Mulyani berharap pandemi virus corona dapat mereda pada kuartal II. Jika hal tersebut terjadi, ia memperkirakan pemulihan ekonomi terutama konsumsi terjadi pada kuartal III dan kuartal IV 2020.