Bunga Acuan BI Terendah Sepanjang Sejarah, Apa Pemicunya?

Sorta Tobing
17 Juli 2020, 13:25
suku bunga acuan turun, bi, bank indonesia, bi 7-day reverse repo rate
Arief Kamaludin|KATADATA
Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4% kemarin, Kamis (16/7).

Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4% kemarin, Kamis (16/7). Bunga terendah sepanjang sejarah ini sebagai upaya bank sentral mendorong pemulihan ekonomi di tengah pandemi corona.

Selain suku bunga acuan, bank sentral menurunkan suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility sebesar 25 bps menjadi 3,25% dan bunga pinjaman atau lending facility 25 bps menjadi 4,75%. “Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang cukup rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah lanjutan pemulihan ekonomi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi video.

Inflasi pada Juni lalu hanya mencapai 0,18% secara bulanan atau 1,96% secara tahunan. Berdasarkan tahun kalender, inflasi Januari-Juni baru mencapai 1,09%. BI memastikan tahun ini angkanya tetap di kisaran 3%.

Langkah-langkah yang ditempuh ini juga akan mencakup kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian global. Perry mengatakan kontraksi perekonomian global akibat Covid-19 membuat pemulihan ekonomi dunia lebih lambat dari perkiraan.

(Baca: Perbankan Restrukturisasi Kredit Rp 872 T, BI Pastikan Likuiditas Aman)

Prediksinya pada kuartal kedua 2020 pertumbuhan ekonomi RI berada di minus 4,3%. “Kontraksi dengan level terendah pada Mei 2020 sejalan dengan dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, pada Juni mulai mengalami perbaikan seiring relaksasi PSBB," ujarnya. 

Pemerintah sebelumnya kembali memangkas proyeksi perekonomian dari minus 3,8% menjadi minus 4,2%. Hal ini seiring dengan dampak pandemi corona yang lebih buruk terhadap perekonomian dari proyeksi awal.

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menilai bahwa BI perlu meyakinkan para pelaku pasar inflasi terkendali di tengah kebijakan pembagian beban pembiayaan utang pemerintah.

Skema pembagian beban pembiayaan utang pemerintah berpotensi menaikkan inflasi ke kisaran 5% sampai 6% tahun ini, sebelum berangsur turun ke kisaran 3,0% - 3,5% tahun 2021. "Tanpa skema ini, inflasi di kisaran 2,7% - 3% tahun ini," ujarnya.

(Baca: BI Prediksi Ekonomi Kuartal II Minus hingga 4% meski Data Juni Membaik)

BI dan pemerintah menyepakati skema pembagian beban alias burden sharing pembiayaan utang pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional. Bank sentral akan menanggung sepenuhnya pembiayaan barang publik senilai Rp 397,6 triliun melalui pembelian Surat Berharga Negara dengan mekanisme penempatan langsung dengan nilai kupon sebesar bunga acuan BI tenor 3 bulan.

Suku Bunga Terendah Sejak 2017

BI pada paruh pertama tahun ini atau Januari-Juni 2020 telah menurunkan suku bunga acuan hingga 75 basis poin atau 0,75%. Angka 4% pada bulan ini merupakan yang terendah sejak bank sentral menerapkan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada empat tahun lalu.

Berdasarkan grafik Databoks di bawah ini, angka suku bunga tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah RI. Bahkan ketika krisis moneter 1998 terjadi, suku bunga Seritifkat Bank Indonesia dengan tenor satu bulan sempat mencapai 70%. Ekonomi domestik terkontraksi hingga lebih dari 13%, inflasi naik 70%, dan membuat nilai tukar terdepreasi hingga di atas Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat.

Kondisi krisis itu berbeda dengan saat ini. Pasalnya, inflasi masih terkendali di bawah 3% dan ekonomi domestik masih tumbuh. Nilai tukar meskipun bergerak flutuatik, namun pemicunya lebih karena faktor eksternal.

Posisi cadangan devisa pun dalam kondisi positif. BI terakhir melaporkan pada akhir Juni 2020 angkanya di US$ 131,7 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya di US$ 130,5 miliar. Kenaikan terutama disebabkan penerbitan sukuk global pemerintah. Cadangan devisi ini tujuh kali lipat lebih besar dibandingkan pada saat krisis 1998 di US$ 18 miliar.

(Baca: Tiga Saran Bank Dunia untuk Pemulihan Ekonomi RI dari Dampak Pandemi)

BI TURUNKAN SUKU BUNGA ACUAN
 Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Apa Itu BI 7-Day Reverse Repo Rate?

Melansir dari situs BI, BI 7-Day Reverse Repo Rate berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016 menggantikan BI Rate. Instrumen ini digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru karena dapat secara cepat mempengaruhi pasar uang, perbankan, dan sektor riil.

Instrumen 7-Day Repo Rate sebagai acuan baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan, khusunya penggunaan instrument Repo.

Repot atau repurchase agreement adalah perjanjian pinjaman dana dengan angunan saham atau surat utang. Transaksi jual-beli ini berdasarkan perjanjian yang telah ditentukan kedua belah pihak. Jika, pihak peminjam gagal membayar pada saat jatuh tempo, maka penyedia dana berhak menyita efek yang dianggunkan peminjam.

(Baca: DBS Sebut Ekonomi RI saat Pandemi Corona Lebih Baik daripada 1998)

Dengan memakai instrument BI 7-Day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan baru, bank sentral mengharapkan tiga dampak utama. Pertama, menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga tujuh hari sebagai acuan di pasar keuangan.

Kedua, meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter karena 7-Day Reverse Repo Rate berpengaruh pada pergerakan suku bunga pasar uang dan perbankan. Terakhir, terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank atau PUAB untuk tenor tiga sampai 12 tahun.

Apa Pemicu BI Turunkan Suku Bunga Acuan?

Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kepada sempat menybeut kebijakan BI dalam menurunkan suku bunga acuan seperti memberi gula-gula kepada masyarakat.

“Ibaratnya mobil, BI menekankan pada remnya. Tujuannya, agar ekonomi tetap stabil dan inflasi tidak naik. Kalau inflasi terkendali, daya beli masyarakat terjaga,” kata Enny kepada BBC Indonesia pada 24 Agustus 2017.

(Baca: Potensi Pemulihan Ekonomi dari Data Kenaikan Ekspor-Impor Bulan Juni)

Perry ketika masih menjabat deputi gubernur BI pada 2017 mengatakan ada empat faktor yang membuat bank sentral menurunkan suku bunga. Pertama, laju inflasi yang rendah. Kedua, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang terkendali.

Ketiga, kondisi global, terutama pergerakan suku bunga acuan bank sentral di negara lain. Terakhir, penurunan suku bunga bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Harapannya, perbankan akan mengikuti penurunan tersebut.

Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...