Rapor Merah Penerimaan Pajak dan Siasat Pemerintah Mengatasinya
Akibat pandemi Covid-19, penerimaan pajak hingga akhir Juli 2020 anjlok 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 601,8 triliun. Angka ini menunjukkan realisasinya baru 50,2% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut penerimaan perpajakan hingga Juli tercatat sebesar Rp 711 triliun, turun 12,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penerimaan bea dan cukai masih mencatatkan kenaikan 3,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 109 triliun,
Tekanan paling dalam terjadi pada pajak penghasilan (PPh) 21 yang turun hingga 12%. “Kami rasakan penerimaan pajak ini tekanannya luar biasa keras,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/8).
Pemerintah berharap pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital akan meningkatkan penerimaan pajak pada semester II-2020. "Kami perkirakan semester kedua penerimaan pajak naik menjadi Rp 699,4 triliun," ucapnya beberapa waktu lalu.
Selain dari PPN produk digital, peningkatan penerimaan pajak juga akan didorong membaiknya aktivitas ekonomi. "Selain itu diperkirakan juga insentif usaha akan mulai kelihatan hasilnya akibat perbaikan aktivitas ekonomi," ujarnya.
Seluruh Jenis Penerimaan Pajak Turun
Pemerintah sebelumnya menyusun ulang alokasi penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Perubahan ini dipicu oleh sulit tercapainya target APBN karena pandemi corona telah menyebabkan aktivitas perekonomian terganggu.
Semua sektor usaha mengalami kontraksi pada Juli lalu setelah sempat tumbuh di Juni 2020. Pertambangan menjadi sektor dengan kontraksi paling dalam, dengan catatan minus 44,80%, disusul industri pengolahan dengan minus 28,91%, dan perdagangan sebesar minus 27,34%.
Akibatnya, seluruh jenis pajak pun mengalami kontraksi sepanjang Januari hingga Juli tahun ini. Untuk pajak penghasilan (PPh) migas penerimaannya Rp 19,8 triliun atau 62,1% dari target. Angka realisasi ini turun 44,3% dibandingkan tahun lalu.
Untuk PPh nonmigas yang terealisasi Rp 582,1 triliun atau terkontraksi 13,1% dibandingkan Juli 2019. Lalu, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 109,1 triliun atau tumbuh 3,7%. Pajak perdagangan internasional terkontraksi 8,4% menjadi Rp 20,6 triliun. Penerimaan negara untuk pajak atau PNBP anjlok 13,5% menjadi Rp 208,8 triliun.
Kondisi penurunan penerimaan pajak sudah terjadi sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terjadi di Jakarta. Sri Mulyani merevisi targetnya pada April lalu, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Dipicu Relaksasi Pajak
Pemerintah meluncurkan berbagai program relaksasi pajak sebagai upaya meminimalisir dampak ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sejak pertengahan Maret, Sri Mulyani mulai merelaksasi PPh pasal 21 dan 22 bagi karyawan industri manufaktur. Relaksasinya hampir 100% selama enam bulan. Lalu, ada pula pemotongan 30% PPh pasal 25 untuk korporasi, dan restitusi PPN.
Padahal, sejak kuartal IV-2019, pemerintah berupaya menggenjot penerimaan pajak dari PPh pasal 21 atau pajak karyawan serta PPh pasal 25/29 atau pajak korporasi. Menurut data Kementerian Keuangan, penerimaan PPh pasal 21 berkontribusi sebanyak Rp 15,28 triliun pada APBN 2019.
Sementara, PPh pasal 22 menyumbang Rp 1,18 triliun. Realisasi PPh badan mencapai Rp 6,92 triliun dan pribadi mencapai RP 40 miliar. Namun, upaya pemerintah menggenjot PPh terpaksa terhenti sementara setelah munculnya pandemi Covid-19 dan dampaknya pada korporasi serta pekerja.
Jika dilitik lebih jauh, melambatnya penerimaan pajak Indonesia sudah dimulai ketika pemerintah menanggung beban PPh selama enam bulan. Selanjutnya, pemerintah kembali menambah 11 sektor tambahan relaksasi pajak sejak April.
Sektor yang mendapatkan relaskasi antara lain pangan, perdagangan bebas dan eceran, ketenagalistrikan, migas, pertambangan, kehutanan, pariwisata dan ekonomi kreatif, telekomunikasi, logistik, serta transportasi.
Lalu, menanggapi tekanan industri yang semakin berat di tengah pandemi, Sri Mulayani kembali menambah diskon pembayaran PPh pasal 25 dari 30% menjadi 50%. Hal ini pula yang memberikan kontraksi yang dalam pada peneriman PPh pasal 25 ini.
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan PPh badan secara bulanan pada Juli 2020 mengalami kontraksi hingga 45,55%. Kontraksi pada Juli 2020 ini tercatat lebih dalam dibandingkan capaian pada Juni 2020 yang tercatat minus 38,12%.
Catatan pada Juli ini mengikuti tren kontraksi PPh badan yang mulai terjadi sejak kuartal I-2020. Pada kuartal I 2020, penerimaan PPh badan tercatat minus 13,56%. Puncaknya terjadi pada Mei 2020, kontraksi mencapai minus 53,9%. Meski sempat membaik pada Juni, kontraksi penerimaan PPh badan ini kembali melebar di bulan Juli.
Keputusan Sri Mulyani meningkatkan besaran diskon PPh badan lantaran dunia usaha masih belum bergerak maksimal di masa kenormalan baru pandemi corona. Keputusan ini juga bertujuan untuk menyelamatkan kas perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19.
Dalam konferensi pers APBNKita, Sri Mulyani tidak menampik korporasi Indonesia masih berada di bawah tekanan yang tinggi. “Pada penerimaan PPh badan kita lihat korporasi di Indonesia masih mengalami tekanan,” ujarnya.
Membidik PPN Digital
Pemungutan PPN produk digital telah berlangsung pada 1 Juli lalu. Sudah ada enam perusahaan global yang dibidik, yakni Amazon Web Services Inc, Google Asia Pacific Pte. Ltd, Google Ireland Ltd, Google LLC, Netflix International BV, dan Spotify AB. Namun, pungutan baru dapat dilakukan paling cepat Agustus mendatang.
Selanjutnya, ada tambahan 10 perusahaan yang siap memungut pajak PPN. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama menyebut, penunjukan 10 perusahaan itu mulai dilakukan pada 1 September mendatang.
“Dengan penunjukan ini maka pada 1 September 2020, 10 pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia,” tulis Yoga dalam keterangan resminya pada 7 Agustus lalu.
Sepuluh pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang kedua ini adalah Facebook Ireland Ltd, Facebook Payments International Ltd., Facebook Technologies International Ltd. Lalu, Amazon.com Services LLC, Audible, Inc., Alexa Internet, Audible Ltd, Apple Distribution International Ltd, TikTok Pte Ltd, serta The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte Ltd.
Besarnya pengguna produk digital di Indonesia menjadi siasat pemerintah menggenjot pendapatan negara di tengah pandemi. Pengguna aplikasi streaming video on demand Netflix, misalnya, yang angkanya terus tumbuh pesat di tanah air. Pertumbuhan pengguna aplikasi ini tercatat naik 2,5 kali lipat pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 237 ribu pelanggan.
Netlix pun melanjutkan meneruskan tren positif pertumbuhan di tahun 2019 dengan total pelanggan lebih dari 481 ribu dan diproyeksikan melejit hingga 85% di tahun ini. Pertumbuhan Netlfix dan 15 produk digital lain diperkirakan dapat mendongkarak penerimaan pajak Indonesia pada semester kedua tahun ini.
Penyumbang bahan: Muhamad Arfan Septiawan (magang)