Deflasi dan Sinyal Perpanjangan Burden Sharing Melemahkan Kurs Rupiah
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,06% ke level Rp 14.755 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Kamis (3/9) pagi. Tekanan terhadap kurs rupiah disebabkan oleh adanya sinyal perpanjangan pembagian beban atau burden sharing dana pembiayaan pemulihan ekonomi oleh pemerintah dan Bank Indonesia hingga 2021. Faktor lainnya adalah tren deflasi.
Mengutip data Bloomberg, kurs terus melemah hingga 0,40% ke level Rp 14.805 per dolar AS tak lama setelah pembukaan, bersamaan dengan anjloknya rupee India sebesar 0,22%. Yen Jepang dan won Korea pun turun, meski tak sedalam rupiah yakni di kisaran 0,07% dan 0,08%.
Sementara itu, mayoritas mata uang Asia justru menguat. Mengutip Bloomberg, dolar Singapura naik 0,01%, dolar Taiwan 0,33%, peso Filipina 0,01%, yuan Tiongkok 0,19%, ringgit Malaysia 0,2%, dan baht Thailand 0,09%.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan tekanan rupiah sebagian besar berasal dari dalam negeri. "Faktor deflasi dan isu burden sharing diperkirakan akan menambah tekanan ke rupiah," kata Tjendra kepada Katadata.co.id, Kamis (3/9).
Sebagaimana diketahui, perekonomian RI mencatatkan deflasi selama dua bulan berturut-turut. Deflasi terjadi pada bulan Juli sebesar 0,01% dan Agustus 0,5% seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Dengan daya beli yang terus melemah, pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam masuk ke jurang resesi. Pasalnya, konsumsi masyarakat merupakan penopang utama perekonomian Tanah Air.
Di sisi lain, tekanan rupiah juga datang dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengisyaratkan bahwa pemerintah berpeluang memperpanjang skema pembagian beban alias burden sharing hingga 2021. Hal itu akan dilakukan apabila target pertumbuhan ekonomi sulit dicapai.
Pemerintah dan Bank Indonesia sebelumnya mencapai kesepakatan burden sharing pembiayaan dana penanganan dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 yang mencapai Rp 903,46 triliun.
Dari jumlah tersebut, beban pembiyaaan sebesar Rp 397,56 triliun yang diperuntukkan untuk belanja publik akan ditanggung sepenuhnya oleh bank sentral melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) private placement khusus bank sentral dan bunganya turut ditanggung oleh BI.
Sedangkan dari faktor eksternal, Tjendra juga mengatakan dolar AS berpeluang menguat bisa berdampak terhadap nilai tukar negara lainnya, termasuk rupiah. Penguatan dolar dipicu oleh adanya pemulihan ekonomi di AS serta membaiknya data aktivitas manufaktur.
Adapun reli yang terjadi di bursa saham emerging market juga mungkin bisa menahan pelemahan kurs rupiah. Dengan sejumlah sentimen dalam dan luar negeri tersebut, dia memperkirakan rupiah berpotensi bergerak di level Rp 14.650-14.850 per dolar AS hari ini.
Pergerakkan nilai tukar sepajang hampir sepekan ini bisa dilihat dalam databoks berikut: