RI Kantongi Pinjaman Rp 15 T dari Australia untuk Penanganan Covid-19
Indonesia memperoleh pinjaman dari Pemerintah Australia sebesar 1,5 miliar dolar Australia atau setara Rp 15,44 triliun. Pinjaman dengan jangka waktu 15 tahun ini akan digunakan untuk mendukung Program Respon Aktif dan Dukungan Penanganan Covid-19 yang dipimpin oleh Asian Development Bank.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan pinjaman tersebut mencerminkan saat-saat luar biasa yang harus dihadapi bersama. "Ini juga sebagai pengakuan atas catatan pengelolaan fiskal Indonesia yang baik," kata Frydenberg dalam Press Statement Kerjasama Ekonomi antara Indonesia dan Australia dalam Menanggulangi Pandemi Covid-19, Kamis (12/11).
Ia menjelaskan, pemulihan yang kuat dan cepat di Indonesia sangat penting, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga untuk Australia. Hubungan yang erat antara kedua negara semakin dibutuhkan.
Frydenberg mengatakan bahwa pandemi berdampak sangat buruk bagi dunia. Australia maupun Indonesia telah merasakan dampak virus corona dan telah mengalami rekor kontraksi ekonomi sejak dimulainya pandemi.
"Dampaknya pada bisnis, mata pencaharian, dan pekerjaan tidak bisa diremehkan," ujar dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa dukungan dari Pemerintah Australia akan sangat membantu berjalannya program Pemulihan Ekonomi Nasional. "Membantu masyarakat, bisnis, UMKM, tetapi yang terpenting juga menjaga keamanan dan keberlanjutan pengeluaran fiskal," kata Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
Sri Mulyani menegaskan bahwa sebuah negara tidak bisa pulih sendirian di tengah Covid-19. Dengan demikian, perlunya saling mendukung dan berbagi pengalaman untuk mengatasi pandemi.
Lebih lanjut, instrumen fiskal dinilai ia kini menjadi salah satu instrumen kebijakan terpenting. "Baik itu untuk sektor kesehatan guna menunjang masyarakat dalam bentuk jaring pengaman sosial ataupun untuk bisnis," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memang telah menegaskan tak akan menerbitkan obligasi global alias global bonds dalam waktu dekat. Pemerintah lebih memilih mencari pinjaman proyek hingga akhir tahun.
"Untuk global bonds, kami sudah selesai. Samurai bonds terakhir," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (24/7).
Luky pun menyebut pemerintah akan menggunakan opsi lain untuk membiayai APBN. "Kami akan banyak menggunakan pinjaman proyek di semester II," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa pemerintah sudah menarik pinjaman multilateral kepada lima lembaga internasional pada semester I 2020. Rinciannya, Bank Dunia US$ 300 juta, Bank Pembangunan Asia (ADB) US$ 500 juta, dan Bank Pembangunan Perancis 100 juta Euro.
Kemudian, Bank Pembangunan Jerman 500 juta Euro, dan Japan International Cooperation Agency 31.800 juta yen Jepang. Total pinjaman multilateral itu mencapai US$ 1,8 miliar.
Posisi utang pemerintah per September 2020 mencapai Rp 5.756,87 triliun, melesat lebih dari Rp 1.000 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto pun meningkat dari 30,23% pada 2019 menjadi 36,41%.
Melihat rasio utang yang meningkat, Badan Pemeriksa Keuangan memperingatkan pemerintah untuk mencermati risiko fiskal dalam jangka panjang. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2020, auditor negara menekankan pentingnya pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal.