Pertama Sejak Era Jokowi, Neraca Berjalan RI Surplus US$ 1 Miliar
Bank Indonesia mencatat transaksi berjalan pada kuartal III 2020 surplus sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto. Ini merupakan surplus pertama dalam pemerintah Presiden Joko Widodo, bahkan sembilan tahun terakhir. Indonesia terakhir kali mencatatkan surplus neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2011.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, surplus terjadi setelah pada kuartal II 2020 mencatat defisit sebesar US$ 2,9 miliar atau 1,2% dari PDB. "Surplus transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca barang seiring dengan perbaikan kinerja ekspor di tengah masih tertahannya kegiatan impor," tulis Onny dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (20/11).
Adapun neraca jasa yang juga masuk dalam komponen transaksi berjalan mengalami kenaikan defisit. Ini dipengaruhi oleh peningkatan defisit jasa perjalanan karena kunjungan wisatawan mancanegara yang masih rendah.
Selain itu, terjadi peningkatan defisit jasa lainnya seperti jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi seiring impor jasa yang naik untuk kebutuhan penunjang aktivitas masyarakat yang lebih banyak dilakukan secara daring selama pandemi Covid-19.
Sedangkan defisit neraca pendapatan primer meningkat, terutama didorong oleh pembayaran imbal hasil atas investasi langsung.
Sementara itu, terjadi penurunan pada surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal III 2020 di tengah penyesuaian aliran modal karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Transaksi modal dan finansial hanya mencatat surplus sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% terhadap PDB, setelah mengalami surplus sebesar US$ 10,6 miliar atau 4,3% terhadap PDB pada kuartal sebelumnya.
Surplus tersebut ditopang oleh aliran masuk investasi langsung dan neto investasi lainnya, di tengah penyesuaian investasi portofolio seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Aliran masuk investasi langsung tetap terjaga sejalan dengan ekonomi domestik yang membaik.
Transaksi investasi lainnya juga mengalami surplus didorong oleh penarikan pinjaman pemerintah dalam rangka mendukung pembiayaan penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional serta penarikan simpanan sektor swasta di luar negeri, sejalan dengan kebutuhan pembayaran pinjaman luar negeri.
Sementara itu, investasi portofolio mencatat aliran modal asing keluar sebesar US$ 1,9 miliar, setelah mencatat aliran modal asing masuk sebesar US$ 9,8 miliar pada kuartal sebelumnya.
Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia pada kuartal III 2020 mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar, turun dibandingkan kuartal sebelumnya US$ 9,2 miliar. "Surplus NPI yang berlanjut tersebut didukung oleh surplus transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial," ujar Onny.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, surplus perdagangan pada kuartal ketiga lebih besar dari prakiraan. Namun, kinerja ini lebih didorong oleh impor yang masih turun tajam.
"Ada andil impor yang turun tajam terutama pada barang modal dan bahan baku karena kondisi ekonomi yang lesu," ujar David kepada Katadata.co.id, Kamis (19/11).
David memperkirakan transaksi berjalan sepanjang tahun ini akan mencatatkan defisit di bawah 1% terhadap PDB. Namun, current account deficit pun akan kembali meningkat pada tahun depan seiring dengan pemulihan ekonomi.
"Tahun depan kemungkinan defisit transaksi berjalan meningkat tapi masih akan di kisaran 1% hingga 2% karena masih masa pemulihan ekonomi," katanya.
Di sisi lain, David memperkirakan surplus pada neraca pembayaran berpotensi meningkat pada kuartal keempat ini. Hal ini seiring aliran modal asing yang mulai masuk sejak bulan lalu.
Sementara itu, Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai transaksi berjalan yang mengalami surplus bisa menjadi modal mempertahankan stabilitas atau bahkan penguatan nilai tukar rupiah. "Ini memberikan kepercayaan kepada pasar dan juga investor," kata Piter kepada Katadata.co.id, Jumat (20/11).
Kendati demikian, Piter memperkirakan surplus transaksi berjalan tidak akan terus berlanjut. Ketika perekonomian sudah kembali normal, impor akan kembali meningkat sehingga dapat menyebabkan neraca perdagangan kembali defisit demikian pula dengan transaksi berjalan.