Bank Sentral Optimistis Ekonomi 2021 Pulih, Pertumbuhan Bisa 5,8 %
Bank Indonesia optimistis ekonomi pada kuartal keempat tahun ini akan kembali positif. Sementara ekonomi tahun depan akan tumbuh pada level 4,8 hingga 5,8 % dengan laju penyaluran kredit mencapai 7 hingga 9 %.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, perekonomian global pada 2021 akan tumbuh 5 % setelah terkontraksi tahun ini mencapai 3,8 %. Pemulihan ekonomi terjadi di Tiongkok, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain didukung oleh stimulus fiskal dan peningkatan mobilitas penduduk dan aktivitas perekonomian.
"Perekonomian dalam negeri juga akan membaik pada 2021. Insyallah akan mulai positif pada kuartal IV 2020 dan tumbuh 4,8 – 5,8 % pada 2021," kata Perry dalam pertemuan tahunan BI melalui video streaming, Kamis (3/12).
Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan juga bakal membaik seiring dengan vaksinasi yang akan dilaksanakan pemerintah. Tekanan terhadap rupiah diperkirakan semakin mereda dan inflasi terjaga pada rentang 2 hingga 4 %, sama seperti target tahun ini. Namun, realisasi inflasi pada tahun ini diproyeksi berada di bawah 2 %.
"Rupiah secara fundamental masih undervalue dan berpotensi menguat dengan cadangan devisa yang meningkat, stabilitas eksternal dan sistem keuangan yang terjaga," katanya.
Bank sentral pun optimistis kredit dan dana phak ketiga pada tahun depan akan tumbuh 7 hingga 9 %. Hal ini berbeda dengan pertumbuhan kredit pada tahun ini yang sangat rendah, bahkan terkontraksi tipis pada Oktober. Namun DPK tumbuh kencang di atas 12 % pada periode yang sama.
Proyeksi BI jauh lebih optimistis dari berbagai lembaga lain. OECD dalam proyeksi terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan dari prediksi pada September sebesar 5 % menjadi 4 %. Namun OECD merevisi lebih baik ekonomi Indoensia pada tahun ini dari sebelumnya negatif 3,3 % menjadi negatif 2,4 %.
Berdasarkan laporan OECD, pemulihan ekonomi akan terjadi pada tahun depan sepanjang dilakukan langkah-langkah karantina tak diberlakukan. Namun, ekonomi hanya akan pulih sebagian atau belum kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.
"Dengan kekhawatiran yang masih ada tentang situasi kesehatan dan kepercayaan konsumen dan bisnis yang tetap rendah, pertumbuhan diproyeksikan akan tetap di bawah tren pada 2021, dengan konsekuensi yang parah pada pendapatan dan standar hidup masyarakat," demikian tertulis dalam laporan OECD yang dipublikasikan Kamis (3/12).
Lembaga ini memprediksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun depan masih akan ditopang konsumsi pemerintah yang akan tumbuh 5,6 %. Konsumsi rumah tangga diharapkan pulih dan tumbuh 3,7 %, investasi tumbuh 3,1 %, sedangkan ekspor 3 % dan impor 1,2 %.
Prospek perdagangan akan mendukung dengan pasar utama Asia Timur Laut yang akan pulih dan perjanjian baru, termasuk Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).
Pada tahun ini, konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi selama ini diramal terkontraksi hingga 3 %. Investasi -4,6 %, ekspor -3,8 %, dan impor -14,3 %. Hanya konsumsi pemerintah yang masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4 %.
Dalam beberapa bulan terakhir, pandemi membalikkan beberapa kemajuan yang diperoleh Indonesia terkait kesejahteraan, kemiskinan, malnutrisi, dan bahkan kelaparan. OECD memberikan catatan terkait jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat dan tingkat pengetesan yang masih rendah di antara negara-negara G20.
Ekonom Chatib Basri memproyeksi ekonomi pada tahun depan belum akan sepenuhnya pulih. Ini karena program vaksinasi membutuhkan waktu. Mantan menteri keuangan ini memproyeksi ekonomi baru akan pulih ke level sebelum pandemi pada 2022.
Pendiri Ancora Group Gita Wirjawan mengatakan ketersediaan vaksin virus corona dan kemampuan melakuan vaksinasi secara luas akan memengaruhi pemulihan daya beli masyarakat pada 2021. Namun, ketidakpastian ekonomi dan dunia usaha masih bisa berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan. Penyebabnya, pelaksanaan tes Covid-19 yang baru sekitar 2,1% dari populasi di Indonesia belum menggambarkan kondisi pandemi secara keseluruhan untuk pengambilan keputusan.
“Selama ketidakpastian sangat terkait dengan asimetri informasi, maka akan terus membuahkan ketidakpastian dalam proyeksi bisnis, ekonomi, politik, dan geopolitik ke depan,” kata Gita dalam Mandiri Webinar Series: Ada Apa dengan 2021 ynag diselenggarakan Katadata.co.id, Kamis (3/12).