Masa Depan Mata Uang Digital BI di Tengah Euforia Criptocurrency
- Hampir seluruh bank sentral dunia tengah mengkaji penerbitan mata uang digital.
- Mata uang digital yang akan diterbitkan BI merupakan bentuk digital dari rupiah.
- BI akan mengedarkan mata uang digital secara retail dan wholesale.
Rencana Facebook untuk membentuk uang digital yang dinamakan Libra memantik bank sentral di berbagai belahan dunia untuk membentuk mata uang digital. Survei terakhir dari Bank of International Settlement, 80% bank sentral kini tengah bekerja untuk menerbitkan mata uang digital, termasuk Bank Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pihaknya tengah merumuskan dan akan menerbitkan mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC). Mata uang ini akan diedarkan melalui perbankan hingga fintech.
"Ini akan diedarkan secara retail atau wholesale. Kemudian dalam konteks ini juga, kami bekerja sama erat dengan bank-bank sentral lain dalam menyusun dan mengeluarkan central bank digital currency ini," kata Perry pada pekan lalu.
Ia menegaskan, alat pembayaran yang sah sesuai dengan Undang-Undang 1945 saat ini hanya rupiah. Dengan demikian, seluruh metode pembayaran di Indonesia tetap harus menggunakan rupiah termasuk mata uang digital nantinya. "Masalah digital curency, itu kewenangannya ada di BI. Kami sudah menegaskan sejak awal, Bitcoin tidak dapat menjadi alat pembayaran yang sah. Demikian juga dengan mata uang lainnya," katanya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, CBDC merupakan bentuk digital dari mata uang nasional yang diterbitkan oleh bank sentral sebuah negara. Dengan demikian, CBDC menjadi bagian dari kewajiban moneternya serta menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency.
"Saat ini, bank sentral memiliki kewajiban moneter berupa uang kartal berbentuk fisik yakni kertas dan logam, serta rekening giro pihak ketiga," kata Erwin kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).
Erwin menjelaskan, beberapa bank sentral mulai melakukan kajian dan eksperimen terhadap penerbitan CBDC. Hal ini seiring dengan tren perkembangan teknologi dan pertumbuhan transaksi nontunai, terutama sejak lahirnya mata uang kripto Bitcoin serta rencana penerbitan stablecoin Libra milik Facebook.
Puncak perhatian terbesar global terhadap CBDC, menurut dia, meningkat ketika PBOC mempercepat inisiatif digital currency electronic payment pada 2019. "Bank Sentral Tiongkok bahkan berencana mengamandemen UU bank sentral untuk dapat menerbitkan uang digital," katanya.
BIS dalam surveinya menjelaskan sebanyak 80% dari 66 bank sentral melakukan pendalaman CBDC. Sebanyak 40% bank sentral telah menjajaki tahap eksperimen dan 10% bank sentral mulai maju ke tahap pengembangan.
Saat ini, terdapat dua bank sentral yang telah melakukan implementasi CBDC yakni Bahama dan Kamboja, sementara bank sentral lain masih dalam tataran penelitian atau eksperimen. Sementara itu, menurut Erwin, BI tengah tengah menjajaki kemungkinan implementasi CBDC.
"Kami bersiap untuk menghadapi situasi yang berubah melalui penelitian atau eksperimen tentang konsep CBDC yang dapat diterapkan di Indonesia dan implikasinya pada sektor publik dan swasta," katanya.
Ia mengatakan, penelitian tersebut akan ditindaklanjuti dengan perumusan kebijakan terkait penerbitan CBDC. BI juga terus berkoordinasi dengan bank sentral lain untuk bertukar pandangan terkait pendalaman CBDC.
CBDC dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu wholesale dan retail. Wholesale CBDC digunakan oleh pihak yang lebih terbatas seperti bank dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan CBDC ritel, dapat diakses baik secara langsung maupun tidak langsung melalui financial intermediaries kepada end-user atau masyarakat dan merchant.
Erwin mengatakan, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun desain dan aristektur CBDC. Pertama, mendukung kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran BI. Kedua, mempromosikan digital dan efisiensi. Ketiga, co-exist dengan uang kartal dan jasa sistem pembayaran yang inovatif dan fleksibel.
CBDC berbeda dengan uang elektronik yang saat ini beredar di masyarakat. CBDC merupakan uang digital yang diterbitkan bank sentral sehingga merupakan kewajiban bank sentral terhadap pemegangnya, sedangkan uangditerbitkan oleh pihak swasta/industri dan merupakan kewajiban penerbit UE tersebut terhadap pemegangnya.
Menurut Erwin, CBDC berbeda dengan uang elektronik yang saat ini beredar di masyarakat. CBDC merupakan uang digital yang diterbitkan bank sentral sehingga merupakan kewajiban bank sentral terhadap pemegangnya, sedangkan uang elektronik diterbitkan oleh pihak swasta/industri dan merupakan kewajiban penerbit uang elektronik tersebut terhadap pemegangnya.
Belajar dari Tiongkok
Tiongkok merupakan salah satu negara yang telah mengimplementasikan mata uang digital. Salah seorang warga Tiongkok, Annabele Huang bercerita pengalaman menggunakan uang digital bank sentral mirip dengan pembayaran digital Tiongkok lainnya yang sudah ada.
Huang mendapat undian dari pemerintah Tiongkok untuk mencoba pengalaman menggunakan mata uang digital nasional. Ia menerima amplop digital yang berisi 200 yuan Tiongkok elektronik atau eCNY atau setara Rp 440 ribu dan membelanjakan uang tersebut ke toko serba ada di sebelah kantornya. Pembayaran menggunakan kode QR untuk mata uang digital menggunaan aplikasi bank yang dipindai di toko untuk pembayaran.
"Cara pembayarannya sangat mirip dengan aplikasi pembayaran Tiongkok lainnya," kata Huan dikutip dari The New York Times.
Bank Sentral Tiongkok mulai menguji eCNY tahun lalu di empat kota dan baru-baru ini memperluas uji coba ke kota-kota besar, seperti Beijing dan Shanghai. Banyak negara yang mengambil tindakan karena criptocurrency seperti Bitcoin, baru-baru ini melonjak nilainya dan menjadi lebih populer.
Bitcoin dirancang untuk didesentralisasi sehingga tidak ada perusahaan atau pemerintah yang dapat mengendalikannya, mata uang digital yang dibuat oleh bank sentral memberi pemerintah lebih banyak cengkeraman finansial. Mata uang ini dapat memungkinkan penyerahan langsung uang yang kedaluwarsa jika tidak digunakan pada tanggal tertentu dan dapat memudahkan pemerintah untuk melacak transaksi keuangan untuk membasmi penggelapan pajak.
Selama 12 bulan terakhir, lebih dari 60 negara telah bereksperimen dengan mata uang digital nasional, naik dari lebih dari 40 pada tahun sebelumnya. Negara-negara tersebut termasuk Swedia, yang melakukan uji coba yakni krona digital, dan Bahama, yang telah membuat mata uang digital, Dolar Pasir, tersedia untuk semua warga negara.
Sebaliknya, Amerika Serikat bergerak lambat dan hanya melakukan penelitian dasar. Pada acara New York Times pekan lalu, Menteri Keuangan Janet L Yellen mengindikasikan bahwa hal itu mungkin berubah ketika dia mengatakan mata uang digital Amerika benar-benar layak untuk dilihat karena dapat menghasilkan pembayaran yang lebih cepat, aman, dan murah.
Namun tidak ada kekuatan besar seperti Tiongkok. Pergerakan awalnya dapat menandakan langkah negara lain akan mencetak mata uang digital.
"Ini lebih dari sekadar uang. Ini tentang mengembangkan alat baru untuk mengumpulkan data dan memanfaatkan data tersebut sehingga ekonomi Tiongko lebih cerdas dan berdasarkan informasi waktu nyata," kata Yaya Fanusie, seorang peneliti di Center on Economic and Financial Power.
Sementara pemerintah Tiongkok belum mengatakan kapan dan kapan secara resmi akan memperkenalkan eCNY secara nasional, beberapa pejabat telah menyebutkan bahwa eCNY telah disiapkan untuk turis yang berkunjung untuk Olimpiade 2022 di Beijing.
Perkembangan mata uang digital nasional dimulai pada tahun 2014, ketika People's Bank of China membentuk grup internal untuk mengerjakannya, tak lama setelah Bitcoin mendapatkan perhatian di negara tersebut. Pada 2016, bank sentral menciptakan divisi yang disebut Institut Mata Uang Digital.
Tahun lalu, mereka memulai uji coba eCNY di kota-kota Shenzhen, Suzhou, Xiongan dan Chengdu, menurut penelitian dari Sino Global Capital, sebuah perusahaan investasi keuangan.
Orang-orang yang diundang ke uji coba melalui undian di WeChat atau aplikasi lain dapat mengklik tautan dan mendapatkan saldo 200 yuan elektronik, yang terkadang ditampilkan di aplikasi bank mereka di atas gambar uang kertas Tiongkok kuno dengan Mao Wajah Zedong. Untuk membelanjakan uang, pengguna dapat menggunakan aplikasi eCNY untuk memindai kode QR pengecer atau membuat kode QR yang dapat dipindai pengecer.
Pejabat dari People's Bank of China mengatakan desain eCNY hanya meminjam beberapa elemen teknis kecil dari Bitcoin dan tidak menggunakan apa yang disebut teknologi blockchain, sistem seperti buku besar, yang diandalkan oleh sebagian besar cryptocurrency,
Para pengguna awal mengatakan pengalaman itu sangat mirip dengan opsi pembayaran digital China seperti Alipay dan WeChat Pay sehingga tidak akan sulit untuk beralih ke sana jika diluncurkan secara nasional.
"Saya Tak mengalami masalah untuk membayar dengan eCNY, karena lancar dan cukup cepat," kata Yifan Gao, seorang analis keuangan di Shenzen yang baru-baru ini menggunakan 200 eCNY miliknya untuk membeli makanan ringan di 7-Eleven.