Pemerintah Bayar Pinjaman, Utang Luar Negeri Januari Tumbuh Melambat
Bank Indonesia melaporkan, utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh 2,6% menjadi US$ 420,7 miliar atau Rp 5.925 triliun dengan asumsi kurs JISDOR periode yang sama Rp 14.084 per dolar AS. Pertumbuhan ULN melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 3,4%.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, utang luar negeri terdiri dari sektor publik atau pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 213,6 miliar, serta sektor swasta termasuk BUMN US$ 207,1 miliar. Posisi ULN pemerintah pada Januari 2021 mencapai US$ 210,8 miliar atau tumbuh 2,8% secara tahunan, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 3,3%.
"Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh pembayaran pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (15/3).
Sementara itu, posisi surat utang pemerintah masih meningkat seiring penerbitan surat utang negara (SUN) dalam denominasi dolar AS dan Euro pada awal tahun. Peningkatan ini terjadi di tengah momentum likuiditas pasar global yang cukup tinggi serta sentimen positif implementasi vaksinasi Covid-19 secara global.
Perkembangan ULN juga didorong aliran masuk modal asing di pasar surat berharga negara domestik yang meningkat, didukung oleh kepercayaan investor asing yang terjaga terhadap prospek perekonomian domestik. ULN pemerintah dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas pemerintah.
Belanja tersebut, antara lain yaitu sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib atau 17,6% dari total ULN pemerintah, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,1%), sektor jasa pendidikan (16,2%), sektor konstruksi (15,2%), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (13,0%).
ULN swasta juga tercatat tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Pertumbuhan ULN swasta pada akhir Januari 2021 tercatat 2,3% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya 3,8%.
Perkembangan ini didorong oleh perlambatan pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) serta kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam. Pada akhir Januari 2021, ULN PBLK tumbuh sebesar 4,9%, lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,3%.
Selain itu, kontraksi ULN LK tercatat sebesar 6,1%, lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya 4,7%. Berdasarkan sektornya, ULN terbesar dengan pangsa mencapai 77% dari total ULN swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.
Bank sentral menilai, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Struktur ULN yang sehat tersebut tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Januari 2021 yang tetap terjaga di kisaran 39,5%, relatif stabil dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 39,4%.
Struktur ULN Indonesia yang tetap sehat juga tercermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,4% dari total ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Ekonom Centre for Strategic and International Studies Fajar Hirawan mengatakan bahwa perlambatan pertumbuhan ULN hanya sementara dan akan kembali meningkat pada bulan selanjutnya. "Khususnya setelah penjualan surat utang berupa ORI di akhir Januari hingga Februari 2021," kata Fajar kepada Katadata.co.id, Senin (15/3).
Menurut dia, pemerintah memerlukan utang untuk membiayai APBN, khususnya yang terkait program pemulihan ekonomi, termasuk program vaksinasi. Dengan demikian, perlambatan memang lebih disebabkan karena pemerintah baru gencar menjual SBN pada akhir Januari/awal Februari 2021.
Di sisi lain, penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN menjadi salah satu faktor perlambatan sementara ini. "Karena di tengah pandemi ini, pemerintah wajib meminimalisasi risiko yang berdampak langsung pada fundamental ekonomi," ujar dia.