Sri Mulyani Waspadai Efek Percepatan Pemulihan Ekonomi AS ke Indonesia
Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh 4,5% hingga 5,3%. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengejar target tersebut. Salah satunya, dampak percepatan pemulihan ekonomi AS seiring guyuran stimulus tambahan US$ 1,9 triliun.
"Dengan stimulus US$ 1,9 triliun pasti akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS, tetapi pada saat yang sama pasar keuangan cemas," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Fitch Indonesia Conference 2021, Rabu (24/3).
Menurut Sri Mulyani, pasar keuangan khawatir dengan lonjakan inflasi di Negeri Paman Sam yang memicu kenaikan imbal hasil alias yield surat utang AS sejak akhir Januari 2021. Akibatnya, arus modal keluar dari pasar negara berkembang. "Ini semua perlu diwaspadai karena akan berpengaruh signifikan terhadap Indonesia," katanya.
Ia menjelaskan, yield obligasi AS sudah naik 85% dari 0,9% pada Januari 2021 menjadi 1,7% pada Maret. Ini turut berdampak pada kenaikan yield imbal hasil surat utang negara-negara berkembang. Sri Mulyani mencontohkan, yield obligasi tenor 10 tahun Rusia naik 29% dan Filipina 48%. Sementara, imbal hasil surat berharga negara RI hanya meningkat 11%.
"Pertama kalinya juga imbal hasil Indonesia lebih rendah dari Filipina," ujar dia.
Bendahara Negara mengatakan akan terus memperhatikan berbagai kebijakan yang dapat berpengaruh pada kenaikan imbal hasil obligasi. Pemerintah juga akan terus berupaya menurunkan kepemilikan asing pada surat utang Indonesia agar pasar keuangan domestik lebih stabil. Saat ini, porsi asing terhadap SBN turun dari 38% pada saat taper tantrum 2013 menjadi sekitar 30%.
Direktur Fitch Ratings Wilayah Asia-Pasific Thomas Rookmaaker mengatakan, pihaknya mempertahankan peringkat utang Indonesia pada peringkat BBB atau investment grade dengan outlook atau prospek "stabil" karena masih kuatnya ekonomi Indonesia di tengah pandemi. "Ruang pusat fiskal tersedia, tetapi memang pendapatan pemerintah lemah," ujar Rookmaaker dalam kesempatan yang sama.
Menurut dia, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan peringkat utang Indonesia menjadi lebih baik. Salah satunya kerentanan Indonesia terhadap eksternal. Hal tersebut dapat diatasi dengan peningkatan cadangan valuta asing, serta mengurangi ketergantungan pada aliran portofolio dan komoditas.
Dari sisi fiskal, Rookmaker menilai, rasio pendapatan pemerintah harus ditingkatkan melalui peningkatan kepatuhan pajak. Sedangkan secara struktural, perbaikan berkelanjutan dari indikator seperti standar tata kelola juga sangat diperlukan.
Kendati demikian, dirinya mengingatkan terdapat beberapa hal yang patut diwaspadai antara lain peningkatan utang publik, kegagalan mengurangi defisit fiskal, melemahnya kerangka kebijakan fiskal hingga moneter, serta penurunan berkelanjutan dalam cadangan valuta asing. "Salah satunya seperti arus keluar yang berasal dari penurunan kepercayaan investor atau intervensi valuta asing yang besar," katanya.