Buah Transparansi SBDK: Bank Mulai Agresif Memangkas Bunga Kredit
- Bank Indonesia mulai mempublikasikan hasil asesmen transmisi bunga acuan ke suku bunga dasar kredit.
- Hasil asesmen BI, komponen marjin keuntungan dalam pembentukan SBDK perbankan meningkat.
- Bank-bank BUMN mulai agresif menurunkan SBDK usai kebijakan transparansi SBDK berlaku.
Berkali-kali Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengeluhkan lambatnya perbankan merespons penurunan bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate. Namun, perbankan tak bergeming hingga BI dan OJK menelurkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
Dalam hasil asessmen SBDK Maret 2021 yang dipublikasikan BI, rata-rata SBDK perbankan pada Januari 2020 hingga Januari 2021 hanya turun 0,78%. Padahal, pada periode yang sama, BI sudah menurunkan bunga acuan mencapai 1,25%. Selisih antara bunga acuan BI dan suku bunga dasar kredit pun makin melebar dari 5,82% menjadi 6,28%.
Kondisi berbeda ditemukan pada rata-rata bunga deposito tenor satu bulan. Penurunannya pada periode yang sama mencapai 1,89%, lebih tinggi dari penurunan bunga BI.
Setelah ditelisik berdasarkan komponen pembentuknya, BI menemukan marjin keuntungan bank dalam pembentukan SBDK meningkat 0,34% saat dua komponen lainnya menurun.
"Hal ini didorong oleh upaya bank untuk tetap mempertahankan profitabilitas di tengah menurunnya penyaluran kredit," demikian tertulis dalam hasil asesmen transmisi bunga acuan BI ke SBDK yang dipublikasikan pekan ini.
Adapun dua komponen lainnya, yakni harga pokok dana untuk kredit turun 0,98%, sedangkan komponen biaya overhead turun 0,15%. Penurunan harga pokok dana didorong oleh peningkatan likuiditas, sedangkan penurunan biaya overhead didorong oleh efisiensi pada biaya tenaga kerja dan sewa.
Berdasarkan jenis kredinya, penurunan SBDK terbesar terjadi pada segmen mikro yang mencapai 2,56%. Ini bahkan lebih besar dari penurunan bunga BI. Namun, menurut BI, penurunan ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mendorong pembiayaan UMKM melalui pemberian subsidi bunga.
Sementara itu, penurunan bunga kredit pada segmen lainnya lebih terbatas, dengan penurunan terendah pada kredit konsumsi non-KPR yang hanya mencapai 0,47%.
Pada Januari 2021, rata-rata SBDK kredit korporasi menjadi yang terendah yakni 9,63%, disusul kredit ritel 9,61%, kredit konsumsi KPR 9,63%, kredit konsumsi 10,71%, dan kredit mikro 13.77%.
Berdasarkan kelompok bank, bank BUMN mencatatkan rata-rata suku bunga dasar kredit tertinggi mencapai 10,8%, di susul BPD 9,79%, Bank Umum Swasta Nasional 9,46%, dan Kantor Cabang Bank Asing 6,58%.
Namun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank-bank BUMN kini sudah agresif dalam menurunkan SBDK usai kebijakan transparansi SBDK berlaku.
"Kami lihat BCA juga sudah menurunkan SBDK. Kami harapkan bank-bank lain bergerak menurunkan bunga agar kredit naik," ujar Perry dalam Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (26/3).
Berdasarkan data OJK, besaran SBDK keempat bank BUMN per akhir Februari sama untuk hampir seluruh segmen kecuali kredit mikro. SBDK korporsi ditetapkan 8%, ritel 8,25%, KPR 7,25%, dan non-KPR 8,75%. Sementara SBDK mikro BRI ditetapkan 14% dan Bank Mandiri 11,25%.
Rata-rata Bank BUMN memangkas SBDK korporasi mencapai 1,8% hingga 1,95%, ritel 1,5% hingga 1,85%, mikro 0,25% hingga 2,5%, KPR 2,5% hingga 2,75%, dan konsumsi non-KPR 2,2% hingga 3,25%.
Sementara itu, BCA memangkas SBDK sejak akhir Januari sebesar 0,25% untuk seluruh segmen kredit. SBDK korporasi menjadi 8%, ritel dan KPR masing-masing 8,5%, dan konsumsi non-KPR 8,61%.
Profitabilitas Perbankan
Meski rata-rata SBDK Bank BUMN dan BPD paling tinggi di antara kelompok bank lain hingga Januari 2021, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kedua kelompok bank tersebut mencatatkan pertumbuhan kredit yang positif. Kredit bank BUMN per Februari 2021 tumbuh 5,75% secara tahunan, melanjutkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,5%. Sedangkan BPD tumbuh 1,5%, melanjutkan pertumbuhan pada Januari 1,45%.
"Justru bank swasta nasional dan asing yang mencatatkan penurunan. Per Februari, Bank Asing turun hingga 25%, sedangkan bank swasta nasional turun 5%. Jadi, kami menaruh perhatian betul ke dua kelompok bank ini," ujar Wimboh.
Secara keseluruhan industri, menurut Wimboh, penyaluran kredit perbankan turun 2,15%, sedangkan dana pihak ketiga perbankan tumbuh 10,11%.
Laba bersih perbankan per Februari 2021 turun 14,45% dari periode yang sama tahun lalu Rp 27,11 triliun. Penurunan laba tersebut lebih buruk dibandingkan Januari 2021 yang turun 13,32%. Sementara margin bunga bersih turun tipis dari 4,55% pada Januari 2021 menjadi 4,47% pada bulan lalu.
Berdasarkan laporan publikasi bulanan perbankan, penurunan laba masih terjadi pada bank-bank BUMN. Laba BRI per Januari 2021 turun dari Rp 2,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu Rp 2,2 triliun. Bank Mandiri turun dari Rp 1,85 triliun menjadi Rp 2,9 triliun, BNI turun dari Rp 1,26 triliun menjadi Rp 609 miliar, dan BTN dari Rp 210 miliar menjadi Rp 115 miliar. Sementara itu, BCA berhasil mempertahankan laba bersih Rp 2,9 triliun.
Wimboh mengatakan, penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya solusi untuk mendorong pertumbuhan kredit. Berdasarkan data OJK, tren suku bunga menurun yang terjadi di masa pandemi belum mampu menjadi stimulus pelaku usaha untuk menggunakan fasilitas kreditnya. Pantauan OJK juga menunjukkan bahwa penurunan bunga kredit modal kerja dan investasi tidak mempengaruhi jumlah penyaluran kredit perbankan.
"Saat ini, dibutuhkan bagaimana mengembalikan demand masyarakat. Efektivitas vaksin akan menjadi game changer bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional karena akan memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas normal kembali," kata Wimboh.
Sejak Januari 2020 suku bunga acuan BI telah turun 1,5%. Penurunan tersebut telah ditransmisikan oleh perbankan sehingga SBDK periode yang sama turun sebesar 1,01% dari 11,32% menjadi 10,32%, Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit turun 0,95% dari 12,99% menjadi 12,03%. Adapun magin keuntungan perbankan yang meningkat, menurut dia, menujukkan menunjukkan masih terdapat potensi penurunan SBDK dan suku bunga kredit.
"Suku bunga deposito 12 bulan juga mengalami penurunan sebesar 1,22% dari 6,87% menjadi 5,64%," ujarnya.
Direktur Konsumer Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, bunga kredit mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, menurut dia, masih ada peluang penurunan bunga, sejalan dengan penurunan biaya dana. "Sebenarnya saat ini bunga kredit sudah cukup baik, tetapi masih ada peluang penurunan," kata Lani.
CIMB Niaga saat ini menetapkan suku bunga dasar kredit untuk seluruh segmen satu digit atau di bawah 10%. SBDK segmen korporasi 9,25%, ritel 9,95%, KPR 8,5%, dan non-KPR 9%.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menjelaskan, SBDK akan menjadi acuan suku bunga kredit kepada debitur. "Namun, suku bunga yang dikenakan kepada debitur akan memperhitungkan estimasi premi risiko yang dapat berbeda-beda berdasarkan tingkat risiko kredit masing-masing debitur," kata Darmawan dalam siaran pers.