Solusi Ekonomi Syariah Mempersempit Ketimpangan di Tengah Pandemi
Pandemi Covid-19 membuat ketimbangan pendapatan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, ekonomi syariah dapat menjadi solusi untuk mempersempit jurang ketimpangan tersebut, antara lain melalui pemberdayaan sektor zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF).
"Aktivitas ZISWAF terus meningkat belakangan ini," kata Destry dalam Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Rabu (21/4).
Menurut dia, aktivitas ZISWAF semakin tinggi karena meningkatnya kesadaran sosial di tengah pandemi. Selain itu, teknologi yang semakin masif menunjang peningkatan tersebut. Penyampaian ZISWAF saat ini semakin mudah, mulai dari transfer antar bank hingga pengunaan uang elektronik dan QRIS.
Di sisi lain, menurut Destry, kebijakan terkait dengan ekonomi syariah lainnya telah ditempuh BI sebagai bauran untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan tersebut di antaranya penurunan giro wajib minimum (GWM) syariah, pelonggaran rasio intermediasi makroprudensial (RIM) syariah, dan penguatan operasi moneter dengan instrumen berbasis syariah.
Destry menjelaskan bahwa bauran kebijakan yang akomodatif ditempuh untuk mendukung likuiditas perbankan syariah. "Pada gilirannya, langkah ini ditujukan untuk mendorong penyaluran pembiayaan syariah," katanya.
Ia mengatakan BI juga telah mengeluarkan blueprint kebijakan pengembangan ekonomi keuangan syariah. "Blueprint menjadi bukti dukungan nyata BI dalam upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional," ujarnya.
Pengembangan ekonomi syariah oleh bank sentral, menurut dia, bersifat komprehensif. Kebijakan diarahkan melalui pendekatan ekosistem yang tidak hanya fokus pada sisi keuangan, tetapi juga pengembangan usaha syariah di sektor riil. Langkah tersebut diharapkan dapat mendukung akselerasi pertumbuhan dan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru yang inklusif.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan kesenjangan penduduk antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Badan Pusat Statistik mencatat ketimpangan pengeluaran penduduk RI yang diukur oleh rasio gini (gini ratio) sebesar 0,385 per September 2020. Rasio ketimpangan menunjukkan peningkatan dibandingkan pada masa awal pandemi atau Maret 2020 yang sebesar 0,381 dan September 2019 yang sebesar 0,380.
Secara nasional, angka gini ratio mengalami penurunan sejak September 2014 hingga September 2019. Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode pemerintahan lima tahun Presiden Joko Widodo terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia. Namun, pandemi membuat gini ratio kembali mengalami kenaikan yang terlihat pada data Maret 2020 dan September 2020.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, gini ratio perkotaan pada September 2020 adalah 0,399, naik dari Maret 2020 yang sebesar 0,393 dan September 2019 yang sebesar 0,391. Untuk pedesaan, gini ratio pada September 2020 tercatat 0,319, naik dari Maret 2020 0,317 dan 0,31 pada September 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan bahwa nilai gini ratio berada di antara 0 dan 1. "Semakin mendekati angka 1, gini ratio semakin dikhawatirkan," kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers Perkembangan Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk September 2020 secara virtual, Senin (15/2).
Pandemi Covid-19 memperdalam ketimpangan sosial tak hanya di Indonesia, tetapi secara global. Dalam survei Edelman, rata-rata 62% responden dari 27 negara mengakui masyarakat dengan pendidikan, pendapatan, dan sumber daya rendah lebih terdampak pandemi dan menanggung beban lebih berat.