Ditopang Ekspor, Neraca Dagang Indonesia Surplus 12 Bulan Beruntun
Badan Pusat Statistik melaporkan, neraca perdagangan April 2021 surplus US$ 2,19 miliar. Dengan demikian, negara ini mencatat surplus selama 12 bulan berturut sejak Mei 2020.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus terjadi karena nilai ekspor yang lebih tinggi yakni US$ 18,48 miliar dibanding impor US$ 16,29 miliar. "Ini merupakan harapan besar pemulihan ekonomi Indonesia pada 2021," ujarnya dalam Konferensi Pers Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia April 2021, Kamis (20/5).
Nilai ekspor April 2021 tercatat naik 0,69% dibanding Maret 2021 sebesar US$ 18,35 miliar. Angka itu juga melonjak 51,94% dari April 2020 yang senilai US$ 12,16 miliar.
Menurut Suhariyanto, kenaikan ekspor secara bulanan didukung ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing 5,34% dan 0,44%. Secara tahunan, ekspor migas pun melonjak 69,6% dan nonmigas 51,08%.
Berdasarkan sektornya, ekspor pertanian tercatat US$ 340 miliar, turun 14,55% secara bulanan. Kendati begitu, ekspor pertanian berhasil naik 18,98% secara tahunan.
Ekspor di sektor industri pengolahan senilai US$ 14,92 miliar, naik 0,56% dibanding Maret 2021 dan melesat 52,65% dibanding April 2020. "Ini menunjukan sektor manufaktur mulai bergeliat," kata dia.
Selain itu, ekspor di sektor pertambangan sebesar US$ 2,27 miliar, naik 2,33% secara bulanan dan 47,02% secara tahunan. Berdasarkan barang HS 2 digit, komoditas dengan nilai ekspor yang naik paling tinggi yakni besi dan baja US$ 246,2 juta, logam mulia perhiasan/permata US$ 177,2 juta, bijih terak dan abu logam US$ 108,2 juta, timah dan barang dari timah US$ 47,5 juta, serta mesin dan perlengkapan elektrik US$ 31,2 juta.
Untuk penurunan paling besar terjadi pada lemak dan minyak hewan nabati US$ 398,3 juta, pakaian dan aksesorisnya dari rajutan US$ 73,4 juta, pakaian dan aksesoris bukan rajutan US$ 66,4 juta, bahan bakar mineral US$ 44,1 juta, serta mesin dan peralatan mekanis US$ 38,5 juta.
Suhariyanto menyebutkan, Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia. "Kemudian disusul Amerika Serikat dan Jepang," ujar dia.
Sedangkan, nilai impor yang sebesar US$ 16,29 miliar pada April 2021 turun 2,98% dibanding Maret 2021. Penurunan tersebut karena nilai impor migas dan nonmigas tercatat minus masing-masing 11,22% dan 1,69%.
Namun, nilai impor tersebut melesat 29,93% dibanding April 2020. Penyebabnya, nilai impor migas yang melonjak 136,86% dan nonmigas 22,1%.
Berdasarkan penggunaannya, impor barang konsumsi tercatat US$ 1,63 miliar, naik 12,89% secara bulanan dan 34,11% secara tahunan. Impor bahan baku sebesar US$ 12,47 miliar, turun 3,63% secara bulanan tetapi naik 33,24% secara tahunan. Kemudian, impor barang modal mencapai US$ 2,19 miliar, menurun 9,05% bulanan namun naik 11,55% secara tahunan.
Suhariyanto menyebut, kenaikan impor bahan baku dan barang modal secara tahunan menunjukan geliat industri pengolahan. "Sehingga diharapkan membuat investasi semakin berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021," katanya.
Menurut barang HS 2 digit, barang impor yang naik paling tinggi yakni mesin dan perlengkapan elektrik yang naik US$ 167,4 juta, biji dan buah mengandung minyak US$ 66 juta, sayuran US$ 54,8 juta, plastik dan barang dari plastik US$ 54,1 juta, serta buah-buahan US$ 37,4 juta.
Sedangkan golongan barang impor yang turun drastis, yakni kapal, perahu, dan struktur terapung yang nilainya anjlok US$ 256,2 juta, ampas/sisa industri makanan US$ 135,9 juta, mesin dan peralatan mekanis US$ 85,4 juta, berbagai produk kimia US$ 73,6 juta, dan produk farmasi US 70,7 juta. Negara asal impor Indonesia masih berasal dari Tiongkok, Jepang, dan Singapura.
Secara kumulatif (Januari-April 2021) nilai ekspor Indonesia tercatat US$ 67,38 miliar, naik 24,96% dari US$ 53,92 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor tercatat US$ 59,67 miliar, tumbuh 15,4% dari US$ 51,7 miliar. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif mencapai US$ 7,72 miliar.
Kabar baik data neraca perdagangan ini tak jauh dari perkiraan sebelumnya. Konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg memprediksi, neraca dagang surplus US$ 1,19 miliar karena ekspor dan impor yang tumbuh masing-masing 38,2% dam 28% secara tahunan.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin pun memperkirakan neraca perdagangan kembali surplus US$ 1,49 miliar. "Ini surplus berturut selama 12 bulan," kata Anthony dalam hasil risetnya yang diterima Katadata.co.id, kemarin.
Ia memproyeksi, ekspor akan mencatat ekspansi 56,5% pada bulan April, yang akan menandai pertumbuhan positif selama enam bulan berturut-turut. Sedangkan impor meningkat 40%.