Sri Mulyani: Satu Orang Indonesia Bisa Punya 40 Identitas
Indonesia memiliki masalah identifikasi data penduduk yang turut menghambat kerja pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyebutkan bahwa satu orang penduduk Indonesia dapat memiliki 40 nomor identitas.
Dia mencontohkan, selain memiliki nomor induk kependudukan (NIK), seorang WNI dapat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), paspor, ataupun identitas lainnya yang berbeda dengan NIK. "Seluruh nomor itu memiliki sistem sendiri-sendiri yang tersebar di berbagai lembaga atau instansi," kata Sri Mulyani dalam Webinar Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5).
Banyaknya nomor identitas yang dimiliki setiap penduduk, menurut dia, menjadi tantangan berat dalam integrasi data dan analisis. Padahal, data yang terintegrasi dibutuhkan untuk menjadi sumber informasi bermanfaat, terutama saat pihaknya mengidentifikasi transaksi, aset, dan keterangan lain terkait kewajiban pajak seseorang. "Ini terutama untuk memenuhi kepatuhan dan kewajiban pajak seseorang," ujarnya.
Saat ini, menurut Sri Mulyani, pemerintah sedang berupaya menyusun peraturan pemerintah (PP) terkait integrasi data keuangan dengan memperkenalkan dan menggunakan human identifier. Hal tersebut selaras dengan inisiatif Satu Data Indonesia (SDI) dalam PP nomor 39 tahun 2019.
"Kebutuhan sebuah identitas yang unik adalah syarat untuk mendapatkan data yang makin terorganisasi, konsisten, dan dapat memuat informasi-informasi yang penting mengenai subjek objek, periode, tahun, dan keterangan lainnya,” kata dia.
Bendahara Negara berharap, integrasi data bisa mempermudah Direktorat Jenderal Pajak dalam menggali potensi pendapatan negara melalui pajak. Integrasi data juga dapat membantu pemerintah penyaluran bantuan sosial, subsidi, dan lain-lain.
Pemerintah menginisiasi program SDI pada 2019 untuk memperkuat tata kelola data antarinstansi, lembaga, serta pemerintah daerah di Indonesia. Namun, implementasi program tersebut masih terhambat berbagai kendala.
SDI merupakan upaya mengintegrasikan beragam data yang ada di setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Selain itu, SDI bakal membuat interoperabilitas data dari setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah semakin baik ke depannya. "Apalagi dengan semakin banyaknya data, informasi yang begitu deras membanjiri kita semua, ini tentu perlu adanya tata kelola data (melalui SDI)," kata Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Taufik Hanafi dalam webinar Katadata.co.id bertajuk 'Organizing Data for Better Decision Making in the Government', akhir tahun lalu.
Salah satu hambatan dalam implementasi program tersebut yakni kesiapan infrastruktur digital di Indonesia. Koordinator Sekretariat SDI Oktorialdi Ilyas mengatakan, Indonesia masih belum memiliki pusat data yang terintegrasi.
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika,, Indonesia memiliki 2.700 pusat data yang tersebar di 630 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Masing-masing instansi di Indonesia pun memiliki aplikasi yang berbeda-beda dalam mengolah data.
Oktorialdi mengatakan, ada sekitar 27 ribu aplikasi untuk mengolah data di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. "Pekerjaan besarnya itu membangun data center terpadu, membangun satu aplikasi yang bisa dipakai oleh semua institusi pemerintah pusat dan daerah, baru Satu Data Indonesia bisa keluar," kata Oktorialdi.
Hambatan lainnya dalam implementasi SDI adalah berbeda-bedanya format dan metadata di setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Ada pula masalah ego sektoral dari setiap instansi pemerintahan. Akibat ego sektoral tersebut, tak jarang kementerian/lembaga atau pemerintah daerah enggan membagikan datanya.
"Ini jadi tantangan kita semua, bagaimana besarnya membangun Satu Data Indonesia itu," kata Oktorialdi.