Kemenkeu Siapkan Amunisi Hadapi Potensi Krisis Baru Taper Tantrum
Bank sentral di berbagai negara mulai berancang-ancang memperketat kebijakan moneternya seiring percepatan pemulihan ekonomi pasca-guncangan akibat pandemi Covid-19. Hal ini dapat berdampak pada aliran modal asing keluar secara tiba-tiba dari Indonesia. Kementerian Keuangan menyatakan telah mempersiapkan dua langkah mengantisipasi kemungkinan krisis baru tersebut, yang lazim disebut taper tantrum.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Hidayat Amir mengatakan, salah satu kebijakan yang kemungkinan diperketat oleh berbagai bank sentral adalah suku bunga acuan. "Saat suku bunga rendah berarti situasi sedang tidak normal, nah nanti ini saat kembali normal pasti berbalik dan itu yang dikhawatirkan," ujar Hidayat dalam Dialogue KiTa "Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022", Jumat (4/6).
Kenaikan suku bunga dapat mendorong aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini dapat menekan nilai tukar rupiah. Untuk itu, menurut dia, ada dua langkah yang sudah disiapkan pemerintah untuk mengantisipasinya. Pertama, membuat kebijakan yang terukur dengan melihat keadaan ke depan yang sangat baik. Kedua, memberi sinyal dan komunikasi kepada masyarakat.
Menurut dia, sinyal kepada publik diberikan melalui komunikasi pemerintah terkait situasi yang sedang dihadapi saat ini. "Bagaimana ketidakpastian yang ada dan lainnya. Ini harus dikomunikasikan," kata dia.
Hidayat menjelaskan, sinyal dan komunikasi pemerintah tersebut dilakukan melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). Dokumen tersebut berisi penilaian kondisi ekonomi makro yang terjadi hingga proyeksi ke depan.
Selain itu, menurut dia, komunikasi dapat berupa informasi mengenai respons kebijakan pemerintah dan jangka waktunya. Jika kebijakan tersebut dilanjutkan atau diberhentikan, hal tersebut juga harus dikomunikasikan.
Namun, Hidayat menyebutkan bahwa seluruh langkah tersebut akan bergantung pada kondisi Covid-19 di Tanah Air. "Perubahan kasus yang signifikan akan sangat mempengaruhi," ujarnya.
Ekonom PermataBank Josua Pardede berpendapat bahwa langkah yang harus dipersiapkan dalam menghadapi taper tantrum adalah perbaikan penanganan Covid-19. "Bagaimana juga kebijakan yang diambil dan stimulus bisa menjaga kepercayaan investor," kata Josua dalam kesempatan yang sama.
Dia menyebutkan bahwa kebijakan yang tepat dan tidak tergesa akan meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air sehingga memperkuat ketahanan domestik. Begitu pula dengan seluruh langkah pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan.
Josua juga menekankan, seluruh indikator fundamental Indonesia harus tetap dijaga seperti rasio utang, likuiditas, inflasi, nilai tukar rupiah, dan cadangan devisa. "Intinya bagaimana investor harus yakin dengan kita," ujarnya.
Di sisi lain, ia meyakini fleksibilitas APBN akan tetap dijalankan guna mengantisipasi taper tantrum. "Tentunya APBN akan dirancang tetap pruden," katanya.
Reuters melaporkan, beberapa pejabat Bank Sentral AS tengah mempertimbangkan perubahan kebijakan moneter berdasarkan pemulihan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. "Sejumlah peserta menyarankan, jika ekonomi terus membuat kemajuan pesat menuju tujuan komite, mungkin tepat dalam pertemuan mendatang untuk mulai membahas rencana penyesuaian laju pembelian aset," bunyi risalah pertemuan The Fed akhir bulan Mei 2021.
Namun, pandangan tersebut mungkin akan terpukul bulan ini dengan rilis data yang menunjukkan pertumbuhan pekerjaan lesu pada bulan April. Meskipun inflasi berdetak lebih tinggi, hanya terdapat penambahan 266 ribu pekerjaan bulan lalu.
Taper Tantrum istilah yang digunakan untuk menggambarkan efek saat Bank Sentral AS mengumumkan akan memperketat kebijakan moneternya pada 2013. Akibat pengumuman tersebut, aliran modal asing berbondong-bondong keluar dari pasar keuangan negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Kondisi ini membuat rupiah melemah hingga 26% sepanjang 2013 berdasarkan catatan Katadata.
Adapun kurs rupiah hari ini dibuka melemah ke level Rp 14.295 per dolar AS dari penutupan hari sebelumnya Rp 14.285 per dolar AS.