Kemenkeu Perpanjang Insentif Pajak Karyawan hingga Diskon PPnBM
Pemerintah memperpanjang masa berlaku insentif usaha bagi wajib pajak terdampak Covid-19 yang semula habis pada akhir bulan ini menjadi hingga Desember 2021. Insentif yang diperpanjang, antara lain mencakup insentif pajak karyawan, PPh UMKM, PPN pembelian rumah, hingga dan diskon PPnBM kendaraan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa fokus APBN adalah memulihkan ekonomi dan menangani pandemi. "Jadi beberapa insentif yang memang perlu diperpanjang dan kami lihat perlu, akan diperpanjang untuk memulihkan baik permintaan maupun suplai," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (21/6).
Insentif yang diperpanjang, yakni pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk karyawan dengan penghasilan hingga Rp 16 juta per bulan, PPh final UMKM, dan PPh 22 impor. Kemudian, pengurangan angsuran PPh 25 korporasi dan pengembalian pendahuluan atau restitusi dipercepat untuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Namun, Sri Mulyani menjelaskan, dukungan PPh 22 impor, PPh 25, dan PPN resitusi dipercepat hanya diberikan untuk sektor-sektor yang masih membutuhkan bantuan. "Kami akan terus teliti sektor mana saja," ujar dia.
Pemerintah juga memperpanjang pembebasan PPN atas penyerahan rumah tapak atau rusun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar dan diskon PPN 50% untuk penyerahan rumah tapak dan rusun dengan harga jual di atas Rp 2-5 miliar.
Selain itu, diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan 1.500 cc ke bawah. Insentif PPnBM 100% akan diperpanjang hingga Agustus 2021, sedangkan pada September-Desember 2021, diskon PPnBM berlaku 50 %.
Bendahara Negara menegaskan bahwa insentif-insentif tersebut diberikan agar sektor ekonomi bisa bangkit. "Dengan demikian masyarakat juga mulai menggunakan uangnya untuk konsumsi, terutama kelompok menengah atas," katanya.
Insentif usaha masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Hingga 18 Juni, pos tersebut sudah menyerap Rp 36,02 triliun atau 63,5% dari anggaran yang disediakan Rp 56,73 triliun.
Sebelumnya, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji mengatakan kondisi ekonomi dan beragam insentif pajak yang diberikan pemerintah membuat kekurangan penerimaan atau shortfall pajak tidak bisa dihindari pada tahun ini. Meski demikian, ia memperkirakan pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran sesuai target 5,7% dari produk domestik bruto (PDB).
Menurut dia, strategi Ditjen Pajak saat ini dalam mengejar target penerimaan negara sebetulnya sudah cukup baik. Strategi tersebut, yakni upaya optimalisasi kepatuhan wajib pajak high wealth individual (HWI), penerimaan dari sektor digital, serta penggalian potensi dari sektor-sektor yang relatif memiliki daya tahan di tengah pandemi. "Namun masih terdapat beberapa catatan," kata Bawono kepada Katadata.co.id, awal Maret 2021.
Terkait optimalisasi kepatuhan HWI, Bawono menyebutkan, terdapat tantangan yang terletak pada bagaimana mengoptimalkan informasi mengenai profil HWI seperti data keuangan, informasi pengendalian perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan untuk pemajakan atas digital, konsensus pajak digital global diharapkan bisa membuka ruang optimalisasi penerimaan PPh dari perusahaan digital lintas yurisdiksi.
Selain itu, menurut dia, upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan pajak dalam ekosistem digital dalam negeri perlu didorong. "Bisa melalui terobosan berbasis administrasi, semisal adanya kerjasama dengan platform digital dalam negeri untuk melakukan rekapitulasi data transaksi atau adanya mekanisme withholding tax," katanya.