Pemerintah Berencana Jalankan Tax Amnesty Jilid II Mulai Tahun Ini

Agatha Olivia Victoria
6 Juli 2021, 13:51
tax amnesty, peengampunan pajak, tax amnesty jilid 2, ketentuan tax amnesty
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Pemerintah mengusulkan dua skema pengungkapan aset dalam RUU KUP, yakni untuk aset yang belum dilaporkan sebelum periode tax amnesty dan pelaporan setelah periode tax amnesty.

Pemerintah mengusulkan program peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Program tersebut berupa pengungkapan aset yang tidak dilaporkan dalam kegiatan pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2016.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan terdapat dua kebijakan pengungkapan aset dalam RUU KUP. Pertama, pengungkapan aset per tanggal 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan pada saat tax amnesty. "Jadi ada kesempatan, mungkin setengah tahun dalam periode 2022 atau 2021 ini," ujar Suryo dalam Rapat Panitia Kerja KUP bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/7).

Menurut dia, pengungkap aset akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15% dari nilai aset. Namun, tarif akan diberikan sebesar 12,5% jika aset tersebut diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah.

Kemudian, WP akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi. Suryo menjelaskan, bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN terdapat konsekuensi pembayaran 3,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau 5% dari nilai aset apabila kerugian ditetapkan oleh Ditjen Pajak.

"Latar belakangnya masih banyak peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan. Apabila ditemukan oleh kami, membayar pajaknya 30% final ditambah sanksinya 200%," kata dia.

Kedua, pengungkapan aset WP orang pribadi yang diperoleh pada 2016-2019 dan masih dimiliki namun belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) 2019. Dengan demikian, akan dikenakan PPh final 30% dari nilai aset atau 20% dari nilai aset jika diinvestasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah. WP dalam skema ini juga dibebaskan dari sanksi denda administrasi.

Bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN, diwajibkan membayar 12,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investas. Sedangkan, bagi yang diungkap oleh Ditjen Pajak, membayar 15%.

Sebelumnya, Ekonom Senior Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menilai, tax amnesty yang digelar pada 2016 tak juga meningkatkan kinerja penerimaan negara dan rasio pajak. “Setelah program tax amnesty jilid I, saya belum melihat peningkatan kinerja perpajakan yang dijanjikan pemerintah. Kita bisa lihat rasio pajak terhadap PDB yang dalam beberapa tahun terakhir itu sebenarnya masih relatif rendah,” kata Yusuf ketika dihubungi Katadata.co.id pada akhir bulan Mei 2021.

Menurut dia, memang terdapat kenaikan dari sisi kepatuhan pajak pasca program tax amnesty.  Namun, besarannya masih di bawah target pemerintah maupun standar yang dipatok Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) sebesar 85%.

Berkaca dari kinerja sektor perpajakan tersebut, Yusuf menyarakan pemerintah perlu mempertimbangkan ulang rencana tax amnesty jilid II karena akan berpotensi menemui kegagalan yang sama. Hal ini mengingat psikologi pembayar pajak akan terganggu lantaran kebijakan tersebut belum lama dilakukan.

Menurutnya, para pembayar pajak bisa saja menunggu pemerintah menerbitkan kembali kebijakan tax amnesty di masa mendatang, ketimbang harus membayarkan kewajibannya pada saat ini. ”Jangan sampai dengan adanya tax amnesty jilid II justru masyarakat tidak antusias lagi karena mereka menilai tidak perlu buru-buru ikut program ini,” kata dia.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...