Masih Ada Pandemi, Jokowi Patok Pertumbuhan Ekonomi 2022 Maksimal 5,5%

Abdul Azis Said
16 Agustus 2021, 10:39
pertumbuhan ekonomi, RAPBN 2022, pidato jokowi
ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/rwa.
Pemerintah memperkirakan ekonomi pada tahun ini hanya akan tumbuh 3,7% hingga 4,5%.

Presiden Joko Widodo mematok target pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2022 sebesar 5% hingga 5,5%. Pandemi Covid-19 yang diperkirakan belum hilang menjadi tantangan bagi perekonomian pada tahun depan. 

"Kita akan berusaha maksimal mencapai target pertumbuhan di batas atas, yaitu 5,5%," ujar Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI, Senin (16/8). 

Meski demikian, Jokowi mengingatkan pemerintah harus tetap waspada, karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis. Pemerintah akan menggunakan seluruh sumber daya, analisis ilmiah, dan pandangan ahli untuk terus mengendalikan Pandemi Covid-19.  "Dengan demikian, pemulihan ekonomi dan kesejahteraan sosial dapat dijaga serta terus dipercepat dan diperkuat," katanya. 

Jokowi mengatakan, target pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan proyeksi pemulihan yang cukup kuat, didukung oleh pertumbuhan investasi dan ekspor sebagai dampak pelaksanaan reformasi struktural. Namun, menurut dia,  kewaspadaan tetap diperlukan mengingat ketidakpastian global dan domestik dapat menyumbang risiko bagi pertumbuhan ekonomi ke depan.

Pemerintah akan menjaga inflasi dan rupiah pada tahun depan untuk mendukung daya beli masyarakat. Inflasi tahun depan dipatok 3%, sedangkan kurs Rp 14.350 per dolar AS. 

Sementara asumsi suku bunga pada tahun depan akan menggunakan acuan surat berharga negara tenor 10 tahun pada level 6,82%. Dari sisi komoditas minyak dan gas alam, pemerintah memprediksi harga minyak mentah Indonesia akan berkisar pada US$  63 per barel. Sedangkan, lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai  703 ribu barel dan 1,036 juta barel setara minyak per hari.

Pandemi Covid-19 memukul perekonomian Indonesia sejak 2019. Pada tahun pertama pandemi tersebut, ekonomi Indonesia bahkan minus 2,07%, pertama kali sejak krisis 1998.

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, seluruh masyarakat Indonesia merasakan dampak pandemi Covid-19, baik di perkotaan maupun pedesaan. Ketahanan ekonomi masyarakat melemah akibat hilangnya pekerjaan dan tidak adanya ketersediaan lapangan kerja. 

"Dampak lainnya adalah hilangnya kesempatan berusaha akibat terbatasnya aktivitas ekonomi masyarakat, modal, dan investasi untuk menopang perekonomian masyarakat kecil dan menengah," kata dia. 

Adapun ekonomi mulai menunjukkan pertumbuhan positif pada kuartal kedua tahun ini mencapai 7,07% secara tahunan. Namun, lonjakan kasus yang kembali terjadi sejak akhir Juni membuat pemerintah merevisi proyeksi pertumbuhan tahun ini dari 5% dalam APBN 2021 menjadi sekitar 3,9%. 

Bank Indonesia dan sejumlah lembaga asing juga telah memangkas target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Bank sentral memangkas pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 4,1% hingga 5,1% menjadi 3,5% hingga 4,3%. 

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,5% pada outlook April 2021 menjadi 4,1% pada outlook Juli 2021. Sementara IMF mangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 4,3% menjadi 3,9%.

IMF memperkirakan ekonomi Indonesia bersama India menjadi yang paling menderita di antara negara G20 pada tahun ini akibat lonjakan kasus Covid-19.  "Negara tertinggal dalam vaksinasi seperti India dan Indonesia, akan paling menderita di antara ekonomi G20." tulis dalam laporan IMF bertajuk World Economic Outlook edisi Juli 2021 yang dikutip Rabu, (28/7).


Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...