Rupiah Menguat ke 14.265 per US$ Ditopang Kebangkitan PMI Manufaktur
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,02% ke level Rp 14.265 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Penguatan rupiah dipengaruhi oleh data PMI Manufaktur bulan Agustus yang membaik sejalan penurunan kasus Covid-19 domestik.
Mengutip Bloomberg, mayoritas mata uang Asia lainnya bergerak melemah. Yen Jepang melemah 0,18%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,03%, dolar Taiwan 0,12%, peso Filipina 0,25%, yuan Tiongkok 0,03% dan bath Thailand 0,47%. Sementara won Korea Selatan menguat 0,19%, diikuti rupee India 0,37% dan ringgit Malaysia 0,17%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah bergerak menguat di kisaran Rp 14.230 per dolar AS dengan potensi resistance Rp 14.300. Penguatan rupiah hari ini dipengaruhi sentimen internal dan eksternal.
"Rilis PMI Manufaktur yang kembali naik bisa mencerminkan pelonggaran aktivitas ekonomi di masa PPKM, ini bisa membantu penguatan rupiah," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (1/9).
Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang dirilis IHS Markit pagi ini menunjukkan adanya kenaikan dari 40,1 bulan lalu menjadi 43,7 pada bulan Agustus. Perbaikan pada indeks PMI Indonesia dipengaruhi penurunan jumlah kasus positif dalam dua pekan terakhir, yang juga mendorong pemerintah mulai menurunkan level PPKM di sejumlah wilayah penting salah satunya Jabodetabek.
"Namun, perusahaan manufaktur tetap waspada. Gangguan produksi membuat penumpukan pekerjaan dan menyebabkan tekanan harga pada bulan Agustus," demikian tertulis dalam keterangan IHS Markit.
Namun, manufaktur dalam negeri masih menunjukan penurunan, baik dari sisi produksi maupun permintaan. IHS Markit mencatat, inventaris pra-produksi pabrik menurun selama empat bulan berturut-turut.
Penundaan pengiriman juga masih terjadi pada bulan Agustus disebabkan pandemi Covid-19. Kendati demikian penundaan waktu pemenuhan pesanan di bulan Agustus tidak separah yang tercatat di Juli.
Selain itu, beberapa perusahaan manufaktur melaporkan kesulitan dalam pengiriman produk, menyebabkan kenaikan marginal pada stok barang jadi pada bulan Agustus.
Selain rilis PMI Manufaktur, pasar juga masih menanti data ekonomi lainnya yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini. Data-data yang akan dirilis antara lain, inflasi Agustus, indeks harga perdagangan besar, perkembangan nilai tukar petani dan perkembangan pariwisatan dan transportasi.
Inflasi Agustus diprediksi masih tetap rendah. Bank Indonesia dalam survei harga-harga pada pekan keempat meramalkan inflasi bulanan hanya 0,01%, lebih rendah dari inflasi Juli 0,08%. Namun secara tahunan, inflasi diperkirakan mencapai 1,57% sedikit di atas inflasi tahunan bulan Juli 1,52%.
Ariston juga mengatakan peluang penguatan juga masih dipengaruhi wacana tapering off alias pengetatan stimulus bank sentral AS yang masih cukup kuat. Sikap The Fed yang masih menahan rencana kenaikan suku bunga diperkirakan dapat menahan penguatan dolar AS. Di samping itu, rilis data keyakinan konsumen AS yang anjlok juga berdampak pada pelemahan dolar AS.
"Indeks keyakinan konsumen AS bulan Agustus dirilis lebih rendah dari ekspektasi. Penurunan data ini bisa dikaitkan dengan kasus covid yang kembali tembus 100 ribu di AS sehingga bisa menjadi faktor penekan dollar AS hari ini," kata Ariston.
Conference Board Selasa petang (31/8) merilis hasil sruvei keyakinan konsumen AS pada Agustus berada di level 113,8 poin, terendah dalam enam bulan terakhir. Realisasi ini jauh di bawah survei yang dibuat Reuters 124 poin. Survei tersebut memberikan catatan, penurunan keyakinan konsumen dipengaruhi gelombang Covid-19 yang didorong oleh varian Delta serta kekhawatiran inflasi masih akan tinggi.
Ekspektasi inflasi konsumen untuk 12 bulan mendatang juga naik dari 6,6% survei bulan Juli menjadi 6,8% pada periode Agustus kemarin. Di sisi lain, Gubernur Fed Jerome Powell pada pidatonya di simposium Jackson Hole akhir pekan lalu mencoba meredam kekhawatiran pasar dengan menyebut inflasi tinggi mungkin hanya akan bersifat sementara.
Menurunnya keyakinan konsumen mendorong minat pembelian sejumlah barang bekurang. Survei tersebut menunjukkan, konsumen berpikir untuk mulai menahan pembelian rumah, kendaraan, serta peralatan rumah tangga utama lainnya selama enam bulan ke depan.