Sri Mulyani Pastikan Pajak Minimum Tidak Berlaku untuk UMKM
Pemerintah berencana menerapkan kebijakan tarif pajak minimum atau alternative minimum tax yang dapat dikenakan, termasuk kepada perusahaan rugi. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan ketentuan pengenaan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto ini tak berlaku bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk mengenakan wajib pajak terus-menerus, terutama juga bagi wajib pajak UMKM dan ini masuk dalan pasal 31 (F)," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Senin (13/9).
Sri Mulyani membantah, kebijakan pengenaan pajak minimum hanya akan menambah beban pelaku usaha yang terlanjur merugi. Pengenaan pajak minimum ini, menurut dia, hanya akan berlaku bagi badan usaha yang memenuhi kriteria tertentu.
Pertama, memiliki hubungan afiliasi. Kedua, memiliki batasan omzet tertentu. Ketiga, telah beroperasi komersial dalam jangka waktu tertentu.
Ia juga menekankan, penerapan pajak minimum akan dilakukan secara hati-hati agar tidak eksesif. Dengan demikian, skema ini hanya akan diterapkan untuk jenis bisnis tertentu atau perusahaan besar yang mengalami rugi artifisial atau untuk menghindari pajak.
Aturan pajak ini, menurut dia, tidak akan diterapkan terhadap perusahaan yang profit marginnya rendah atau tidak memiliki profit karena ekspansi bisnis.
Bendahara negara itu mengungkap, keputusan pemerintah menerapkan pajak minimum bertujuan mencegah skema penghindaran pajak. Tindakan ini terutama banyak dilakukan oleh wajib pajak badan yang memanipulasi kerugian secara terus-menerus.
Kementerian Keuangan mencatat, wajib pajak badan yang melaporkan rugi 5 tahun berturut-turut meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012-2016 menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015-2019.
"Para wajib pajak ini yang lima tahun menyampaikan kerugian, tetapi tetap dapat beroperasi dan bahkan ada dari mereka yang tetap mengembangkan usaha di Indonesia," kata Sri Mulyani.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun sebelumnya memprotes rencana pemerintah terkait pengenaan tarif pajak minimum. Pengenaan pajak tersebut dirasa memberatkan karena kondisi perekonomian yang belum membaik akibat pandemi Covid-19. Dia pun meminta agar pajak tersebut tidak dikenakan diberlakukan bagi usaha mikro dan kecil (UMK).
“Kami menolak ketentuan-ketentuan yang merugikan bagi UMK. Bahkan selama ini kami meminta agar 0% saja, tapi kalau dibuat menjadi 1% kita menolak, tidak tepat kebijakan tersebut diterapkan dalam keadaan seperti ini,” kata Ikhsan dalam konferensi pers virtual, Selasa (31/8).
Jika kebijakan pajak minimum diberlakukan bagi UMK, menurut Ikhsan, banyak usaha yang akan kolaps. Dia membeberkan, ada hampir 30 juta UMKM yang mengalami kebangkrutan sejak 20 juli 2020. UMKM sempat menunjukan tanda-tanda pulih pada pertengahan Desember tahun lalu. Namun kembali terpukul seiring adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan PPKM Level 1-4 lebih dari dua bulan terakhir.