Cina Sudah Suntik Rp 1.100 T ke Perbankan Cegah Efek Krisis Evergrande
Bank Sentral Cina kembali memompa likuiditas ke sistem keuangan setelah biaya pinjaman di negara tersebut naik akibat risiko yang ditimbulkan oleh krisis utang Evergrande. People Bank of China (PBoC) menggelontorkan 100 miliar yuan atau setara Rp 220 triliun pada Senin (27/9) untuk menurunkan tingkat bunga repo tenor tujuh hari.
Mengutip Bloomberg, saham-saham properti di Cina dan obligasi dolar kembali turun pada hari ini. Total likuiditas yang telah digelontorkan PBoC selama enam hari terakhir mencapai 500 miliar yuan atau sekitar Rp 1.100 triliun.
Moody’s Investors Service menilai Cina akan berusaha untuk menghindari ketidakstabilan sosial dan keuangan yang berasal dari penyelesaian masalah Evergrande. Namun, ini membutuhkan biaya ekonomi yang besar.
Pemerintah Cina berusaha melindungi pembeli rumah, pemasok, dan kontraktor perusahaan. Namun, masalah keuangan Evergrande dapat membatasi akses pendanaan untuk perusahaan properti dan perusahaan Cina lainnya untuk menerbitkan utang.
“Krisis ini juga merusak kualitas aset bank tertentu, dan mengganggu pasar real estate," kata Michael Taylor, direktur pelaksana Moody's dan chief credit officer APAC, dikutip dari Bloomberg, Senin (27/9).
Perusahaan properti Sunac China Holdings menghadapi turbulensi di pasar ekuitas dan utang setelah meminta bantuan pemerintah kota timur Shaoxing untuk mengurangi tekanan pada penjualan.
Saham pengembang yang terdaftar di Hong Kong turun 9,4% pada hari ini menambah kerugian 6,9% pada Jumat. Obligasi dengan bunga 6,5% yang jatuh tempo 2026 ini turun 5 sen dolar menjadi 81,4 sen.
Evergrande masih memiliki aset lain yang dapat dijual untuk mengatasi masalah utang yang membelitnya, yakni bisnis asuransi yang tengah berkembang pesat.
Menurut Analis Bloomberg Intelligence Steven Lam, nilai 50% saham Evergrande Life Assurance Co. yang dimiliki Evergrande Grup mencapai US$ 600 juta dengan nilai buku 0,5 kali lipat. Perusahaan asuransi tersebut telah meningkatkan pangsa pasarnya lebih dari sembilan kali lipat setelah diakuisisi Evergrande pada tahun 2015. Perusahaan ini juga telah mencatatkan keuntungan dalam empati tahun terakhir.
Fitch Ratings memperkirakan dampak dari krisis Evergrande pada penerbit utang Cina di sektor konstruksi masih akan dapat dikelola.
DBS Group Holdings Ltd. tidak memiliki eksposur ke Evergrande dan tidak melihat krisis ini sebagai risiko sistemik bagi industri perbankan di kawasan. “Saya tidak berpikir banyak bank Asia memiliki eksposur di Evergrande dan krisis ini data menghancurkan industri Perbankan Asia,,” kata CeO DBS Piyush Gupta dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television.
Sebagai tanda meningkatnya tekanan terhadap bisnis sektor properti, Sunac China Holdings Ltd. telah meminta bantuan otoritas lokal, dengan mengatakan langkah-langkah perumahan yang lebih ketat telah menghancurkan sentimen di pasar.
Perusahaan real estate yang terdaftar di Hong Kong mengajukan permohonan ke kota Shaoxing setelah pembatasan aktivitas penjualan perumahan merugikan penjualan di salah satu proyeknya. “Pasar hampir beku. Kami menghadapi tekanan besar,” demikian tertulis dalam surat yang ditulis anak perusahaan Sunac.
Surat yang dilihat Bloomberg ini menjelaskan, Grup Sunac secara keseluruhan juga mengalami rintangan dan kesulitan besar dalam hal arus kas dan likuiditas. Obligasi dolar Sunac merosot pada hari Jumat setelah surat itu beredar di kalangan pedagang kredit.
Puluhan ribu rumah tangga Cina berisiko tersedot ke dalam masalah Evergrande yang spektakuler setelah pengembang melewatkan pembayaran dana yang dijual melalui pemberi pinjaman nonbank.