Pemerintah dan BI Tarik Pinjaman, Utang Luar Negeri Tembus Rp 6.058 T
Bank Indonesia melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2021 sebesar US$ 423,5 miliar setara Rp 6.058 triliun berdasarkan kurs Jisdor periode tersebut. Nilainya tumbuh 2,7% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya sebesar 1,7%.
Direktur Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Muhamad Nur melaporkan, kenaikan ULN Agustus terutama berasal dari penarikan utang pemerintah dan Bank Indonesia. ULN pemerintah tercatat sebesar US$ 207,5 miliar, tumbuh 3,7% secara yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan Juli 3,5%.
"Perkembangan ULN disebabkan oleh masuknya arus modal investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) seiring berkembangnya sentimen positif kinerja pengelolaan SBN domestik," kata Nur dalam keterangan resminya, Jumat (15/10).
Berdasarkan komposisinya, ULN pemerintah terdiri atas ULN berupa surat utang dan pinjaman. Nominal ULN yang berasal dari penerbitan surat utang tercatat sebesar US$ 150,1 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 148,4 miliar.
Sementara itu, posisi ULN pemerintah dalam bentuk pinjaman tercatat mengalami penurunan seiring pelunasan pinjaman yang jatuh tempo sebagai upaya untuk mengelola ULN. Pinjaman luar negeri pemerintah berkurang dari Juli sebesar US$ 57,37 miliar menjadi US$ 57,34 miliar.
Nur menjelaskan, ULN pemerintah digunakan untuk membiayai sejumlah belanja prioritas. Belanja tersebut, antara lain sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,8% dari total ULN Pemerintah. Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 17,2%, sektor jasa pendidikan 16,4%, sektor konstruksi sebesar 15,4%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 12,5%.
Selain itu, Nur juga mencatat ULN yang ditarik oleh bank sentral juga mengalami kenaikan. Posisi ULN Bank Indonesia pada bulan Agustus 2021 melompat dari Juli sebesar US$ 2,8 miliar, menjadi US$ 9,2 miliar pada Agustus.
"Peningkatan ini berasal dari alokasi Special Drawing Rights (SDR) yang didistribusikan oleh IMF pada Agustus 2021 kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, secara proporsional sesuai kuota masing-masing.," kata Nur.
Nur menyebut alokasi SDR itu ditujukan untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Selain itu juga untuk membangun kepercayaan pelaku ekonomi, dan memperkuat cadangan devisa global dalam jangka panjang.
Meski begitu, Nur mengatakan peningkatan utang tersebut tidak menimbulkan tambahan beban utang. Hal ini karena biaya atas kewajiban SDR tersebut ditetapkan dengan tingkat yang sama dengan bunga penerimaan cadangan devisa.
"Alokasi SDR dari IMF ini pada dasarnya merupakan kategori khusus dan tidak dikategorikan sebagai pinjaman, karena tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang dan kewajiban yang akan jatuh tempo ke depan," ujarnya.
Di sisi lain, BI juga melaporkan ULN sektor swasta turun dari bulan sebelumnya. ULN swasta pada Agustus 2021 sebesar US$ 206,8 miliar, turun dari bulan sebelumnya US$ 207,4 miliar. Utang sektor swasta mengalami kontraksi 1,2% secara yoy, setelah pada periode sebelumnya tumbuh relatif stabil.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh ULN dari lembaga keuangan yang berkurang dari US$ 42,7 miliar bulan Juli, menjadi US$ 42,3 miliar bulan Agustus. ULN sektor lembaga keuangan juga terkontraksi 6% secara yoy, lebih dalam dari kontraksi 5% pada bulan Juli.
Selain itu, berkurangnya ULN sektor swasta juga didorong penurunan ULN pada sektor lembaga non-keuangan dari Juli sebesar US$ 164,6 miliar, menjadi US$ 164,5 miliar. Pertumbuhan ULN sektor ini melambat dari 1,4% yoy pada Juli 2021 menjadi sebesar 0,1% secara yoy.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,6% dari total ULN swasta.
BI memastikan bahwa struktur ULN Indonesia pada Agustus masih tetap sehat dan terkendali. Hal ini tercermin dari rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37,2%. Kendati demikian rasionya meningkat dari 36,6% terhadap PDB pada bulan sebelumnya.
"Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,5% dari total ULN," kata Nur.
Nur menjelaskan, posisi ULN Pemerintah aman karena hampir seluruhnya bertenor panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN Pemerintah. Begitu juga dengan sektor swasta yang, ULN jangka panjang mencakup 76,5% dari total ULN swasta.