Sri Mulyani Minta RI Dapat Kelonggaran Capai Target Perubahan Iklim
Perubahan iklim menjadi salah satu perhatian serius dunia saat ini di samping penanganan pandemi Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan semua negara harus mengambil peran dari sisi dukungan pembiayaan, tetapi dengan memperhatikan kesiapan masing-masing.
"Negara berkembang harus diberikan fleksibilitas dan tidak dipatok dengan standar yang sama dengan negara maju, mengingat perbedaan kapasitas fiskal yang dimiliki,” kata Sri Mulyani dalam Keterangan resminya, Rabu (27/10).
Indonesia dalam lima tahun terakhir telah menarik dana 4,1% terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya untuk penanganan perubahan iklim. Meski demikian kebutuhan pembiayaan untuk menghadapi perubahan iklim tampaknya lebih besar dari alokasi yang sudah diberikan.
Sri Mulyani mengatakan, Indonesia mematok target pengurangan emisi karbon sampai 29% pada tahun 2030 dengan kemampuan sendiri sesuai Nationally Determined Contributions (NDCs). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah butuh anggaran US$ 365 miliar atau setara Rp 5.183 triliun untuk mencapai tujuan tersebut..
RI juga punya target lebih ambisius yakni mencapai pengurangan emisi 41% pada periode yang sama, tetapi dengan bantuan pihak lain. Sri Mulyani mengatakan, diperlukan pendanaan US$ 479 miliar atau Rp 6.801 triliun untuk mencapai target tersebut.
"Negara maju mempunyai kewajiban untuk membantu negara berkembang dalam melawan perubahan iklim dan transisi untuk menurunkan emisi dengan proses transisi adil dan terjangkau," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong transisi ekonomi rendah karbon di dalam negeri. Indonesia saat ini berencana bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk melakukan studi terkait Mekanisme Transisi Energi (ETM). Kemitraan ini rencananya akan diluncurkan pada pertemuan COP26 di Glasgow mendatang.
ADB kini tengah gencar mendukung pembiayaan proyek perubahan iklim. Lembaga keuangan tersebut awal bulan ini mengumumkan kembali menambah pendanaan perubahan iklim dari semula US$ 80 miliar atau Rp 1.136 triliun, kemudian naik menjadi US$ 100 miliar atau Rp 1.200 triliun hingga tahun 2030 mendatang.
Dana jumbo tersebut akan disalurkan kepada negara-negara yang masuk dalam daftar keanggotana ADB. Kemudian lebih dari separuh anggaran tersebut akan dialokasikan khusus untuk mendukung proyeks mitigasi iklim seperti penyimpanan energi, efisiensi energi dan transportasi rendah karbon.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan pemerintah juga membidik kerja sama dengan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB). Selama ini AIIB sudah menyalurkan pinjaman kepada Indonesia sebesar US$ 2,9 miliar atau setara Rp 41,1 triliun sampai April 2022. Nilai ini terdiri atas alokasi US$ 1,5 miliar untuk dana penangana Covid-19, sedangkan sisanya US$ 1,4 miliar untuk infrastrukltur.
"Melalui kerja sama dengan AIIB, Kementerian Keuangan ke depannya akan berupaya memperkuat investasi ke infrastruktur berkelanjutan," kata Sri Mulyani.