Alasan Sri Mulyani Mau Suntik LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Rp 6,9 T

Abdul Azis Said
10 November 2021, 19:36
Sri Mulyani, kereta cepat jakarta-bandung
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Pekerja melakukan pemasangan rel untuk kereta cepat di depo Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (11/10/2021).

Pemerintah memutuskan untuk menginjeksi PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menyelesaikan dua proyek transportasi yang bermasalah, yakni LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Injeksi untuk dua proyek tersebut mencapai Rp 6,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani merincikan, anggaran kepada proyek LRT Jabodebek sebesar Rp 2,6 triliun untuk menutup cost overrun atau pembengkakan biaya. Kemudian Rp 4,3 triliun mengalir ke proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dalam rangka membayar base equity atau modal awal yang disetor oleh konsorsium dari Indonesia yang diketuai PT KAI.

Sri Mulyani mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung  awalnya adalah business to business sehingga BUMN yang seharusnya memenuhi kewajiban. Namun, karena pandemi PT KAI kesulitan menutupi biaya proyek.

"PT KAI mengalami pukulan dari situasi Covid-19 dan jumlah penumpang merosot tajam, maka kemampuan mereka untuk memenuhi ekuitas asal dari kereta cepat tidak bisa dipenuhi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/11).

Sri Mulyani menjelaskan, dalam proyek kereta cepat konsorsium Indonesia harus membayar modal awal sebesar US$ 613 juta atau sekitar Rp 8,7 triliun mengacu dengan kurs saat ini. Namun, konsorsium hingga kini belum memenuhi kewajiban setorannya karena kesulitan keuangan. Sehingga pemerintah menginjeksi proyek kereta cepat melalui PMN senilai Rp 4,3 triliun.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, dalam kesepakatan tahun 2015, pihaknya memang seharunya tidak terlibat dalam proyek tersebut. Bahkan konsorsium saat itu menghadap kepada Sri Mulyani dengan optimis mengatakan bisa memenuhi kewajibannya.

Penyelesaian atas kebutuhan modal awal ini juga seharusnya diselesaikan melalui langkah business-to business sesuai kesepakatan awal. Kendati demikian, Sri Mulyani mengatakan ekuitas konsorisum habis sehingga tidak dapat menarik utang baru. Pinjaman tersebut diperoleh dari China Development Bank (CDB).

"Sama seperti BUMN kita yang pinjam kemudian over leverage, begitu mentok pada ekuitas tertentu maka bank tidak berani meminjamkan lagi," kata Sri Mulyani.

Ia mengatakan pihaknya juga sempat meminta kepada Kementerian BUMN untuk bernegosiasi semaksimal mungkin dengan konsorsium Cina untuk memecah kebuntuan tersebut. Hal ini untuk mencegah agar pemerintah tidak menggelontorkan PMN sebanyak itu.

Selain itu, ia menyarankan jika tetap buntu, maka dilakukan debt to equity swap. Ini merupakan opsi dengan menukar utang menjadi saham atau menukarkan menjadi penyertaan modal.

Meski begitu, karena Kementerian keuangan sudah turun tangan, Sri Mulyani mengatakan pihaknya tidak bisa lagi mengeluh mengenai struktur proyek yang dijanjikan konsorsium. Pemerintah hanya punya opsi untuk mengoptimalkan ruang yang ada namun tetap menjaga tata kelola yang baik.

Secara prosedural, pemerintah masuk dalam proyek ini dengan pertimbangan bahwa KCJB sudah masuk dalam Proyek Strategis Naisonal (PSN). Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 109 tahun 2020. Selain itu, Sri Mulyani memastikan, sebelum mereka ikut serta, proyek ini juga sudah diaudit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kendati sudah masuk dalam PSN, Sri Mulyani mengatakan proyek ini kemungkinan baru memiliki nilai ekonomi setelah beberapa tahun beroperasi. Ia mengilustrasikan seperti halnya proyek tol Jagorawi yang semula dianggap tidak akan bernilai guna, kini justru disesaki kendaraan.

Sri Mulyani tampaknya mencoba menjawab kritikan atas berbagai proyek ini. Ekonom Senior Faisal Basri bahkan sempat mengatakan proyek ini mustahil balik modal.

Seperti halnya proyek kereta cepat, LRT Jabodebek pun mengalami pembengkakan biaya. Proses pembangunan LRT tak sesuai target awal penyelesaian sehingga biaya terus bertambah.

Proyek LRT Jabodebek yang mulai dibangun sejak 2015 ditargetkan rampung pada 2019. Setelah molor dua tahun, proyek ini ditargetkan rampung 2022.  Proses konstruksi LRT Jabodebek dikerjakan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...