Komisi XI Sepakati RUU HKPD, Sri Mulyani Ungkap Poin-poin Pentingnya
Komisi XI DPR RI meloloskan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). Salah satu pilar dalam RUU ini membahas reformasi pajak dan retribusi daerah yang diproyeksikan dapat mendongkrak pendapatan daerah hingga 50%.
"Setelah mendengarkan seluruh pandangan mini fraksi, dari pemerintah dan DPD, sekarang kita lakukan pengambilan keputusan pembicaran tingkat I RUU HKPD, apakah dapat diterima?," ujar Ketua Komisi XI DPR RI Dito Dito Ganinduto dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Selasa (23/11).
Sejumlah anggota Komisi XI yang hadir dalam rapat tersebut kompak menyetujui pertanyaan Dito tersebut, meski ada beberapa yang menolak. Beleid baru ini kemudian akan dibahas dalam pembahasan tingkat dua atau rapat paripurna sebelum disahkan menjadi UU.
Rapat dengan Komisi XI DPR juga dihadiri langsung perwakilan pemerintah, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam paparannya di depan anggota DPR, ia berulang kali menepis ketakutan bahwa beleid baru ini hanya akan menciptakan resentralisasi yang akan merugikan daerah.
"Ini bukan resentralisasi, tapi mengembalikan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bagian yang sangat penting dalam APBN kita," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, RUU HKPD ini disusun ke dalam empat pilar utama. Pertama, memperbaiki kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) serta pembiayaan daerah. Hal ini dalam rangka menuntaskan masalah ketimpangan verital dan horizontal yang masih terjadi.
RUU HKPD akan mengubah beberapa ketentuan terkait Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Adapun perbaikan di sisi DBH ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, menurut dia, perbaikan pada penyaluran DAK dan DAU akan mengurangi ketimpangan horizontal antardaerah. Dengan demikian, perbaikan DAU dan DAK ini diharap mampu memberikan kesetaraan pada layanan publik di setiap daerah.
Ia juga menekankan, penyaluran TKDD nantinya akan mengedepankan basis kinerja. Ini akan menjadi instrumen yang menentukan anggaran yang diterima daerah nantinya. Sri Mulyani lagi-lagi menekankan bahwa kebijakan ini bukan untuk menciptakan resentralisasi, tetapi mendukung akuntabilitas publik.
Melalui RUU ini, Sri Mulyani juga akan mengatur ketentuan mengenai pembiayaan daerah. Dalam RUU akan ada tiga lapisan bagi daerah untuk memperoleh izin pembiayaan, yakni penerbitan izin dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PPN/Bappenas.
Kedua, reformasi perpajakan dan retribusi daerah (PDRD). RUU HKPD mengatur terkait penyederhanaan jenis pajak dan retribusi daerah, serta pangurangan biaya administrasi pemungutan. Sri Mulyani mengungkap pajak daerah dipangkas dari 16 jenis menjadi 14, begitu juga retribusi yang dikurangi dari 32 jenis menjadi 18 jenis.
"Jumlah retribusi dan pajak yang lebih kecil tidak berarti penerimaan daerah turun, justru menurut exercise kami, pendapatan asli daerah dari pemerintah terutama kabupaten kota bisa meningkat hingga 50% menggunakan baseline 2020," kata dia.
Selain penyederhanaan pajak, reformasi perpajakan ini juga akan mengatur terjait perluasan basis pajak, penambahan jenis pajak, memperbaiki sistem perpajakan daerah serta kenaikan tarif.
Ketiga, peningkatan kualitas belanja daerah. Sri Mulyani mengatakan, beleid baru ini mengharuskan daerah memiliki kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran yang terpadu dan belanja yang berbasis kinerja. Bagian ini juga akan mengatur simplifikasi program di daerah.
"Ini tidak mengurangi otonomi daerah, karena kita lihat program yang ratusan malah merugikan masyarakat yang ingin dilayani, jadi kalau ada pengaturan simplifikasi program, ini bukan resentralisasi tapi untuk memperbaiki kinerja daerah," kata Sri Mulyani.
Ketua Komisi XI Dito sebelumnya juga mengatakan upaya maksimalisasi belanja daerah ini, termasuk meminta daerah untuk mempercepat penyerapan APBD. Selain itu, daerah juga diminta untuk mengurangi simpanan di perbankan yang belakangan terus menggunung, serta mengurangi tingginya SiLPA daerah.
Keempat, harmonisasi fiskal nasional antara keuangan pusat dan daerah. Dito mengatakan Pemda diminta untuk menyusun program pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhannya, terutama terkait pemenuhan pelayanan dasar publik.